Sabtu, 04 April 2015

EDISI - 11 BURDAH

Edisi, 11 BURDAH
Kamis 20 Maret  2014

Kebebasan Untuk Membuat Pilihan
Yaa Qurrot uyyuuni alaikas salam,yaa Rosulallohi khudz biyyadi.
Mahhadtanin nusha lakin lastu asma'uhu
Innal Muhibba -anil -udhdhali fi shomami
(Sungguhlah tulus apa yang kau nasehatkan kepadaku namun telinga ini Seolah menutup erat tak mau mendengarkan itu sebab cinta dan rindu yang menguasai diri ini membuatku tidak perduli dari segala cela dan caci maki)
Nasehat adalah bagian dari kehidupan yang kita butuhkan untuk melakukan sesuatu
dalam menjalani kehidupan, dalam menentukan sebuah keputusan atau sebuah hal yang kita
tidak pahami, ataupun samar kita ketahui. Dengan saling memberi nasehat maka kita
menumbuhkan sebuah kemungkinan untuk tidak salah menilai atau memilih sebuah hal, sebuah
pilihan atau apa yang akan kita lakukan dan untuk menghindari timbulnya salah paham ataupun
fitnah. Nasehat menjadi sesuatu hal yang indah, penting dan bermanfaat, ketika terjadi
kesinambungan  antara yang memberi nasehat dan yang meminta nasehat, terjadi kesepakatan
antara dua belah pihak tersebut untuk sama-sama berbuat baik, mencari jalan keluar, tanpa
harus memaksakan keinginan  diri antara dua belah pihak tersebut. Jika satu pihak lebih
mementingkan keinginan egoismenya maka nasehat tersebut menjadi satu hal yang sia-sia,
menjadi uap yang mengabur di udara dan bergabung dengan keindahan alam semesta. Jika tumbuh
keinginan diantara satu pihak (antara peminta nasehat dan pemberi nasehat) untuk memaksakan
kehendaknya dan keinginan untuk di jalankan, diterapkan, maka sebuah nasehat hanya akan
menjadi sebuah untaian kalimat-kalimat indah yang maknanya gagal dipahami atau gagal
diterapkan, gagal diaplikasikan dan tentunya gagal untuk menumbuhkan pengertian baru yang
akan merubah cara berfikir seseorang, baik antara pemberi nasehat dan peminta nasehat
harusnya tumbuh kerjasama, saling tahu diri, memahami  porsinya masing-masing dan tidak ada
niatan untuk memaksakan kehendaknya masing-masing. Namun kebanyakan kita ketika meminta
nasehat pada dasarnya hanya mencari pembenaran atau teman atau pendukung untuk menyetujui
prinsip dasar atau sebuah pola pikir yang kita selalu jadikan acuan untuk mengatasi sebuah permasalahan, atau
mencari nasehat hanya untuk menyudutkan si pemberi nasehat dan menyalahkan orang lain sebab
mereka menurut kita telah melakukan kesalahan karena tidak sesuai dengan apa yang kita
yakini dan pahami selama ini. Kalau begitu jangan meminta nasehat tapi mintalah dukungan,
teruslah menyalahkan orang lain, teruslah beranggapan kita ini sehat secara jasmani dan
ruhani, namun jangan menyesal jika dikemudian hari kita hanya akan sendirian.
Di dalam al-Qur’an Surah al-Ashr (wal-ashri ayat 1-3) telah gamblang dan sangat jelas
diterangkan bahwa jika kita, hidup kita, jika tidak mau dikatakan merugi atau berada dalam
kerugian sekaligus pertanda bahwa kita beriman adalah bahwa kita harus saling nasehat
menasehati dalam hal kebaikan, kebenaran, keindahan dan dalam hal kesabaran, hal ini
sekaligus menjelaskan bahwa ketika kita menasehati atau meminta nasehat tidak berdasarkan
paksaan atau tekanan masing-masing pihak dalam hal saling menasehati, sekaligus juga aturan
untuk tidak saling menasehati dalam hal yang melanggar Perintah Alloh dan ajaran Rosululloh
Saw. Nasehat kalau dilihat dari kata dasarnya  berasal dari bahasa arab yakni “NAS-SIHAH”
dari sini kita mustinya memahami dan mencari makna sampai dasarnya yakni dari kata “NASS”
dulu yang berarti ”Manusia” dan “SIHAH” yang berati sehat, kesehatan, ketenangan, dan damai
”jadi ”NAS-SIHAH” selain berarti sebuah petuah, petunjuk, jalan keluar, bisa juga dimaknai
sebagai ”MANUSIA YANG SEHAT”, ini dalam artian tidak cuma sehat jasmaninya akan tetapi juga
ruhaniahnya cara berfikirnya dan membawa kemanfaatan bagi kehidupan, jika sudah tercapai
atau ketemu kesinambungan  antara sehatnya jasmani dan ruhani maka akan menumbuhkah
kesadaran baru yang akan menuntun menunju apa yang disebut proses” NASSUHA” atau berujung
pada kebersihan, kebaikan, keindahan atau tumbuhnya kesadaran bahwa diri ini hanyalah
seorang hamba, budak dan debu yang tiada arti di Maha luasnya samudera kasih sayang Rohman
Rohimnya Alloh dan indah dan dalamnya cinta kasih sayang Syafa’at Rosululloh, yang dari
kesadaran tersebut maka akan tumbuh pengertian baru tentang diri kita, tentang ibadah
mahdoh (Wajib) ataupun muamalah (sosial), tentang kesepakatan kita untuk bertauhid hanya
pada Alloh dan menabung cinta kepada Alloh dan Rosululloh bukan berdasarkan alasan untuk
mendapatkan apa saja namun demi untuk selalu kembali kepada Alloh dalam kondisi apa saja 
baik sekarang, tiap saat atau kapan saja, dan dicintai Alloh serta Rosululloh yang pada
ujungnya nanti akan benar-benar meyakini bahwa Alloh wa-Rosulullohi ma’anaa (Alloh dan
Rosululloh bersama kita selalu) dalam segala hal dan perbuatan hidup kita. Jadi pada dalam
filosofi Islam antara satu ayat, Hadist satu aturan, satu kebijaksanaan, satu dalil itu
saling mengandung keterkaitan antara satu sama lainnya, yang tidak saja saling mengandung
keindahan manfaatnya masing-masing. Dan untuk memahaminya kita tidak hanya cukup membaca
satu ayat saja kemudian dijadikan acuan untuk menghakimi orang lain dan tata aturan norma
kehidupan, namun kita diberi kebebasan untuk menafsirkan atau untuk menemukan tafsir
(penerjemahan) asalkan jangan kau paksakan penemuan dan terjemahanmu itu untuk dilaksanakan
oleh orang lain yang tidak sependapat denganmu. Rosululloh menasehati kita jika menemukan
perbedaan dalam hal apa saja (nasehat, keputusan perbedaan pendapat,
atau apa saja) kita dianjurkan untuk mencari kebaikan pada masing-masing pihak bukan
mencari keunggulan dimasing-masing pihak, karena apa..? agar supaya kita tidak berat
sebelah dan menyakiti salah satu pihak dalam menemukan irama terbaik untuk dilaksanakan
dalam pengambilan sebuah keputusan dan perbedaan. Namun Alloh memberi kita  keleluasaan
untuk menentukan pilihan, untuk menjadi  dan berbuat baik, benar dan indah dan saling
menasehati dalam hal kebaikan, kesabaran, kebenaran dan keindahan ataukah kita, anda,
kalian memutuskan untuk menjadi manusia yang yang mengedepankan salah paham, su’udzon, iri
dengki dan memilihara fitnah sampai tua dan pada akhirnya jangan salahkan siapapun saja
atas resiko  dan akibat yang akan diterima, semua terserah pribadi masing-masing dalam
menentukan sebuah pilihan.
Alloh ya Hafied, Allohul Kaafi, ketentraman bersama kalian.

DIMENSI HENING
Semua orang, semua mahkluk-makhluknya Alloh memiliki kebaikan-kebaikan masing-masing yang
kadang mereka sembunyikan atau atas kehendak Alloh mereka diperintahkan untuk menyembunyi-
kannya, kadang Alloh memerintahkan ataupun menggariskan seseorang untuk selalu menutupi
kebaikan-kebaikan dalam dirinya dengan seolah-olah berbuat suatu hal yang menurut kita
menyimpang dari aturan dan dogma, akan tetapi ia sedang menjalani perintah yang Alloh
gariskan bagi hidupnya, jadi carilah selalu kebaikan pada semua keadaan, sebab yang tampak
dipermukaan kadangkala hanya tipuan.

ANGKRINGAN SUFI
Bismillahirohmanirohim:
Pertemuan Dua Arus. (Bagian Ke-Empat)
Kang Hakekat  :    Sudah siapkah dirimu untuk menegakkan dinding yang hendak roboh wahai  Saudaraku.?
Kang Sarengat    : Apakah yang engkau maksudkan kang..? apakah Engkau hendak
menguraikan makna terakhir dari rahasia Pertemuan Dua Arus.?
Kang Hakekat    :  Mengangguk sambil menghisap dalam dan indah nikmatnya asap rokok
kemudian  berkata” Sepakatkah Engkau Saudaraku.?
Kang Sarengat    :  Sangat Sepakat,kemudian mengatur ketenangan diri bersiap menampung
butir-butir keindahan yang akan ditumpahkan oleh saudaranya yang aneh dan penuh rahasia.
Kang Hakekat    : Saudaraku tercinta,perlu kau pahami bahwa untuk menegakkan berdirinya
dinding itu erat kaitanya dengan dua hal yang sebelumnya kita bahas sebelumnya yakni soal
mencekik anak kecil (nafsu syahwatiyah), melubangi perahu supaya bocor (Membuka diri dan
menemukan mutiara  kebaikan pada semua hal).
Kang Sarengat    :  Jadi tumbuh kesinambungan antara Ketiganya Kang..?
Kang Hakekat    : Begitu adanya,sebab menegak berdirikan dinding yang hendak roboh    
maknanya menurutku adalah menggali kembali kebijaksanaan filosofi islam dan menggali lebih
dalam al-Quran dan Hadits Rosululloh kebijakasanaan Auliya, Sufi, Mursyid masa silam  yang
dimana nilai-nilai kebijaksanaannya tak pernah menua&ketinggalan jaman cuma kita saja
yg terlalu sering lupa dan menikmati kebodohan diri sendiri&keadaan.
menerapkan nilai-nilai kebijaksanaan itu dalam khasanah kehidupan
kita & meyakini pasti bahwa Alloh adalah awal & akhir  semua hal & Rosululloh penolong
nasib kita dunia akhirat.
Kang Sarengat    : Mengangguk pelan dan menikmati kopinya,terus kang..?
Kang Hakekat    : Selain itu menegak berdirikan dinding yang hendak roboh juga mengandung
makna untuk selalu mengerti dan membatasi diri untuk tidak berlebihan dalam hal apa saja
karena fitrah manusia adalah melampiaskan, maka kita perlu menegakan dinding tauhid &
dinding cinta Rosululloh yang akan melindungi kita dari ketersesatan perjalanan hidup.
Kang Sarengat    : Berarti bermakna juga sebagi “HIJAB”  kang..? wah ini perlu dibahas kang.
Kang Hakekat    : Benar begitu adanya dan nanti kita bahas lain waktu.
Kang Sarengat    : Menarik nafas dalam-dalam tanda tidak begitu setuju.

0 komentar:

Posting Komentar