Jumat, 10 April 2015

EDISI - 41 KAMIS

Edisi, 41
Kamis 24 April 2014

NIKMAT ATAU BEBAN
“ Sayyiduna Muhammad Rosulullah Lil Al-Alamin”
(Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Berkaitan dengan syukur kepada Allah,  maka hendaknya kita memeras kekuatan dalam menempuh
tanjakan yang ingin kita raih, yaitu yang besar faedahnya, lagi pula agung pokoknya dan
besar derajadnya. Yaitu nikmat yang diberikan kepada orang yang mengerti tentang kedudukan
nikmat, dan nikmat yang dihilangkan dari orang yang tidak mengetahui ukuran nikmat.  Orang
yang bisa mengetahui ukuran nikmat adalah orang yang bersyukur.  Tentang nikmat sudah
banyak yang menguraikan serta menerangkan ayat-ayat tentang hal tersebut.  Sama halnya
majikan yang mulia itu mestinya memberikan nikmat-Nya kepada orang yang mengetahui ukuran
nikmat, ukurannya adalah orang yang mendapati nikmat dengan seluruh diri dan hatinya,
sehingga ia memilih nikmat dengan mengalahkan lainnya dan tidak peduli apa yang dipikul
berupa beban ongkos untuk menghasilkan nikmat itu. Lalu tidak henti-hentinya bersyukur atas
nikmat itu. Dalam Ilmu Allah, orang-orang yang lemah itu mengetahui ukuran nikmat Islam,
dan bakal bersyukur atas nikmat tersebut. Jadi, orang-orang yang lemah lebih utama menerima
nikmat, ketimbang orang-orang sehat dan kuat, orang kaya, orang yang berkedudukan, banyak
harta, gerombolan keluarga, nasab dan pangkat, semua tidak diperhitungkan, sebab semua itu
hanyalah nikmat dunia, yang sama sekali tidak memperhitungkan agama, ilmu laku benar dan
haq. Semua nikmat dunia itu merupakan beban yang menyeng-sarakan yang dipikul selamanya
sehingga menghabiskan umur. Sedangkan orang-orang lemah tersebut menghabiskan umur mereka
demi mensyukuri nikmat Islam ini. Karena itu orang lemah tersebut mempunyai hak menerima
anugerah  mulia dan nikmat yang agung , dalam Ilmu Allah, siapa orang yang paling
mengetahui ukuran nikmat, paling mengagungkan nikmat, paling bersungguh-sungguh dalam
menghasilkan nikmat, paling memuliakan nikmat dan yang paling ajeg mensyukuri nikmat,
Merekalah manusia yang diberi keistimewaan oleh Allah untuk menerima suatu nikmat diantara
nikmat-nikmat agama berupa ilmu dan amal.   Karena kecenderungan memaknai tentang nikmat
adalah hal-hal yang enak-enak menurut ukuran pan-dangan manusia, dan hal yang menyangkut
keduniawian seperti yang sudah sedikit di singgung diatas, padahal ketika kita lemah/sakit
dan kejadian apapun itulah juga nikmat. Itu sebabnya Tuhan memberikan keistimewaan terhadap
orang yang mampu memuliakan sebuah kedudukan nikmat dalam rohaninya.Itu sebabnya
kecenderungan orang lemah mendapat anugerah dan keagungan dari nikmat tersebut, sebab sudah
mampu melemahkan keinginan nafsunya untuk tidak mengkufuri nikmat yang Tuhan berikan.
Sementara diantara kita masih ada yang menikmati ke-egoan yang berkepanjangan sehingga lupa
bahwa waktu hampir petang, mestinya jadilah yang lemah untuk bangga dalam hal Ego, lemah
dalam hal nafsu dan lemah dalam hal keduniawian. Sejatinya Tuhan sudah memberi pakaian yang
indah buat kita dan makanan yang lezat untuk kita, akan tetapi kenapa ketika ada orang yang
baru makan secuil roti seakan itu makanan yang lezat sehingga iapun dengan beringas dan
kerakusannya merebutnya seakan-akan itu makanan yang berharga dan besar. Dan kadang juga
lupa pakaian yang dikenakan adalah pakaian kemuliaan tapi sering mempertaruh-kan pakaian
yang dikenakan untuk berburu sesuatu di kubangan lumpur sehingga ia lupa dengan pakaian
mulia yang dikenakannya.     Perumpamaan hamba yang jelek yaitu memburu kesenangan dunia,
sama dengan anjing yang tidak mengerti dimuliakan tuannya atau orang di dekatnya   dan
anjing tersebut tidakbisa membedakan antara enak dengan terhina dan susah, tak bisa
membedakan antara luhur mulia dengan remeh dan hina. Sebab ia dalam dua keadaan ini, selalu
menjulurkan lidahnya  yang di-anggap mulia menurut anjing, adalah jika ia mendapatkan
segenggam roti yang dapat segera dimakan, atau secuil daging yang dilemparkan kepadanya.
Baik didudukkan di atas bangku berdekatan dengan tuannya atau di lempar di atas kubangan
kotor, keinginannya hanya pada segenggam roti dan secuil daging yang segera ditelan.
Jikalau demikian apa pentingnya nikmat, apa istimewanya nikmat jika harus merendahkan
derajadnya di hadapan Tuhan dengan mengelabuhi perbuatan   dengan  harus   menjilat
kesana-kemari, dengan harus menjulurkan lidahnya pertanda kerakusan apakah demikian ukuran
nikmat yang dicari selama ini, dan apakah demikian caranya untuk mencari kenikmatan yang
bersifat sesaat,  Itu sebabnya sudah saatnya kita kembali kepada konsep dasar awal kita
diciptakan sebagai titah, yakni beribadah (Ngawulo) dengan kita mensyukuri atas apa yang
menjadi ketentuan Gustiallah itu merupakan kenikmatan yang mestinya kita syukuri bukan
malah menjadikan beban sehingga mengkufuri, aplikasi rasa nikmat adalah syukur dan aplikasi
rasa syukur adalah perbuatan yang nyata. Bukan sekedar bernegoisasi dengan Tuhan hanya
duduk ber-pangku tangan tanpa perbuatan.

DIMENSI HINING
Pandanglah dunia dengan pandangan seorang ahli zuhud yang pasti akan meninggalkannya.  Dan
jangan pernah mengangan-angankannya seperti seorang pecinta yang jatuh cinta terlalu dalam.
 
ANGKRINGAN SUFI
SYURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU   
Kang Sarengat    : Kang,  betapa  hebatnya seorang ibu ya… sampai-sampai punya  syurga di
bawah telapak kakinya.
Kang Hakekat    : Oalah…  dasar Kang Sarengat pasti sampean bingung mengartikannya ya,
jujur saja kalau  tidak tau jangan  malu-malu biasanya bagaimana sampean, khan kita 
masyarakat  angkringan sudah pada paham sama Sampean.
Kang Sarengat    : Iya Kang aku agak bingung bagaimana maksudnya… hehehe…
Kang Hakekat    : Lha mbok gitu kaya biasanya saja… gini lho Kang kurang lebihnya kalau
tidak pas yo Sampean latihan mikir sendiri tidak apa-apa kok takon, Jadi begini Kang, 
Kenapa syurga  di bawah telapak kaki Ibu, kalau kita bicara ibu itu artinya jamak sebab ada
ibu pertiwi, ibu kandung, ibu tiri bahkan ibu kota, dan yang paling istimewa  Kanjeng
Rosull juga bergelar Umi (ibu).
Kang Sarengat    : Lantas   apa kaitannya dengan  semua ini kang… aku semakin kurang paham…?
Kang Hakekat    : Intinya begini…… Ibu  merupakan lambang kesabaran  dan lambang
kelembutan sehingga siapapun ketika dengan tulus mengabdikan dirinya pada seorang Ibu.
Sudah semestinya akan mendapatkan buah dari baktinya dari sorang ibu, sebab seorang  ibu
yang memahami ataskedudukannya mestinya tanpa pikir panjang seorang ibu mempunyai kewajiban
untuk memberikan syurganya, sebab syurga yang di telapak kakinya merupakan bagian 
amanahnya yang harus diberikan kepada anaknya, tanpa melihat dia berbakti atau tidak 
mestinya, sebab berbakti atau tidak berbakti tidak ada kaitannya dengan amanah yang
mestinya harus diberikan, permasalahannya  ketika ada anak yang tidak berbakti pada ibunya
kadang justru ibu lupa memberikannya sehingga muncul ucapan yang tidak semestinya, padahal 
itu konteknya berbeda  antara anak durhaka dengan hak yang harus diberikan… gitu.. paham
Sampean Kang…apa malah makin bingung…?
Kang Sarengat    : Oh gitu tho….yo..yo… Kang Mudeng.



0 komentar:

Posting Komentar