Sabtu, 11 April 2015

EDISI - 50 KAMIS

Edisi,50
Kamis 30 Oktober 2014

MANTEP
“ Sayyiduna Muhammad Rosuulullah Lil Alamin”
(Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Masih pada pembicaraan tentang konsep kepasrahan hidup, hal ini kita berbicara tentang “
Mantep” berkaitan dengan mentep tentunya berkaitan pula dengan keyakinan, lantas keyakinan
semacam apa sehingga benar-benar mengerti dan memahami  konsep kepasrahan hidup tersebut
..? sudah barang tentu akan berhubungan  erat dengan “ Ilmu yaqin, Ainul yaqin dan Haqqul
yaqin”. Jika kemarin kita bahas tentang “Madep” ( Dimana wajah kita dihadapkan, disitulah
wajah Allah wajalla kita lihat) maka sudah barang tentu kita teguhkan keyakinan kita dulu,
sekarang kita mau mantep / yakin gimana jika kita tidak mengerti ilmunya, sehingga mestinya
kita paham konteks dan paham duduk persoalannya, agar mempunyai keteguhan dalam menjalankan
sesuatu bentuk ibadah apapun. Akan tetapi tentunya dalam perjalanan menuju Allah kadang
kondisi jiwa akan mengalami evolusi, atau peningkatan perubahan kejiwaan dan mau tidak mau
hal itu harus dilalui. Dalam rangka memahami Ilmu yaqin kita menempuh penghancuran ego,
sehingga kita benar-benar tergugah untuk membangunkan jiwa kita yang telah lama tertidur.
Kepasrahan hidup bukan berarti tidak berbuat apa-apa akan tetapi justru bekerja keras dan
totalitas untuk menuju konsep Ketuhananan /Tauhid itu sendiri.
Ketika sudah mengetahui Ilmu Yakin mestinya harus meningkat menjadi Ainul yaqin (Artinya
melihat keyakinan itu sendiri) atau dengan kata lain bahwa sudah tidak ada keraguan
sedikitpun dalam rangka menum-bangkan egonya dan meninggalkan jauh-jauh sehingga ia
memahami dunia dan isinya atau yang disebut dengan evolusi jiwa.  Selanjutnya Haqqul yakin
dengan sendirinya terbagun dan muncul dengan penuh kesanggupan tanpa ragu sedikitpun. Sebab
bagi para Sufi, objek kehidupan ini adalah sebuah perjalanan menuju Allah, dan
melaksanakannya dengan cara yang paling cepat, sebab jalan itu benar-benar lurus (shirotol
mustaqiem) sehingga jika bukan Allah azza wajalla sebagai tujuan maka ya tidak.
Saudaraku... jika memang masih merasa asing dengan pemahaman yang terurai diatas, maka
secara konsep sederhananya  “ MANUTO”  manut dengan apa yang disampaikan Mursyidnya, manut
dengan apa yang diperintah-kan oleh Mursyidnya dan MANTEP saja dengan ajarannya dalam
rangka nggulowentah kita semua agar setidaknya kita tidak terlalu lama dalam berjalan menuju Allah.
Kebimbangan yang selama ini kita rasakan, membuat kita seakan sudah sampai pada suatu
sasaran, sudah merasa bisa menangkap semua konteks pembelajaran yang disam-paiakan oleh
Gurunya,  sudah merasa mampu sehingga justru mengabaikan petunjuk dan perintahnya tidak
dirasa. Kenapa hal itu bisa terjadi sebab berkemungkinan besar masih mendualisme
kepentingan yang berkaitan dengan duniawi, dan ego kita sendiri. Justru jangan-jangan
ketika ikut majelis sholawat bukan karena mencari ridlo, namun ada kepentingan ego , ada
kepentingan nafsu, sebab ketika kepentingannya yang ia sembunyikan tidak terwujud ia akan
mengumpat, akan menyalahkan Gurunya, akan bilang pilih kasih dan sebagainya.  Nah dari sini
saja artinya kita sudah ragu, sebab munculnya keragu-raguan untuk menuju Alloh itu artinya
tidak “MANTEP” (Yakin), karena dari niat awalnya saja sudah beda.
Hal yang menjalin hubungan erat dengan kita adalah Guru, sebab Guru bertanggung jawab penuh
atas semua proses muridnya, akan tetapi murid juga harus tidak memunculkan sikap keragu-
raguan sedikitpun dalam rangka menerima proses yang sedang berlangsung agar terjaga. 
Keselarasan Dualitas antara Guru dan Murid, antara anak dan orang tua merupakan hubungan
yang selalu diciptakan, lebih-lebih terhadap kesanggupan murid itu sendiri, ketika sebagai
murid masih menyimpan atau terselip keragu-raguanya terhadap apa yang Guru ajarkan, apa
yang Mursyid perintahkan, bagaimana ia akan menyelaraskan sebuah fudamental dalam laku
dirinya, bagaimana ia akan mempunyai sifat welas asih terhadap orang lain, lebih-lebih
terhadap semua mahkluk, sebab terhadap dirinya saja masih ragu untuk berbuat suatu
keseimbangan dalam dualitasnya sebagai laku mencari jati dirinya.  Pada intinya “yen di
gendhong ojo polah, sebab anak polah bopo kepradah”
Yakin saja serahkan pada ahlinya namun bertindaklah selaras dengan saran ahlinya, yakin
saja bahwa semua itu memang membutuhkan tempaan, membutuhkan proses, dan jangan pernah
bertanya sampainya kapan, bagaimana mau sampai jika yakin saja tidak. Kadang dari rasa
keragu-raguan itulah Alloh pun tersenyum dan heran, sebab kalian tau kalau “ AKU” Maha
Pemurah tapi kenapa kalian masih meragukan bahwa aku Maha pemberi.  “ AKU”  mengutus
kekasihku sebagai jalan menuju-KU, kenapa kalian juga masih ragu mengikuti dan “AKU
mengangkat seseorang sebagai Waliku...tapi tetap saja kalian masih ragu...!!!. 
Hemmmm..... sebenarnya apa yang kalian cari selama ini.....???

DIMENSI HENING
Ilmu adalah kemuliaan yang tidak ada ukurannya, dan adab adalah harta yang tidak ada
ketakutan didalamnya.
**Ilmu adalah buruan, dan tulisan adalah talinya, maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.  

ANGKRINGAN SUFI
Bismillahirohmanirohim :  
Pendakian tidak cukup dengan membutuhkan bekal makanan saja akan tetapi bahwa pendakian
sering kali menguras energi yang begitu berat, sehingga bekal akal, mental dan kesehatan
jiwanya kadang terabaikan. Padahal ketika kita sudah mempunyai kesanggupan dengan adanya
keterkaitan dengan pendakian itu sendiri justru akan merasakan demensi yang berbeda.  Dan
bahkan sedang tidak merasakan pendakian sebab sudah mampu memandang Dualitas kehidupan baik
buruk, susah senang, Guru murid bersinergi menunggu Irodah-Nya (Allah).
Kang Sarengat    : Kang......jane Sampean ki lagi ngopo, baca puisi apa lagi sedang membaca
cerpen, atau kitab apa Kang....
Kang Hakekat    : Oh yang tadi kamu dengar diatas tadi tho... sebenarnya itu hanya syair   
biasa saja, Cuma ada sedikit pesan moralnya itupun yang mau
mendengar dan meresapi saja yang tidak juga  tidak masalah.
Kang Sarengat    : Hehehe...yo jangan begitu Kang... aku tanya karena aku juga pingin
mengerti maksudnya Kang....
Kang Hakekat    : Hemmm...yo, bolehlah,  apa yang tidak buat Sampean hehe, .... mau tanya
yang mana yang Sampean maksudkan...
Kang Sarengat    : Itu Lho Kang tentang Dualitas-dualitas itu apa mbok yang agak sederhana
saja  jangan yang bahasa-bahasa mumet Kang.
Kang Hakekat    : Oh itu ya, ya Dualitas itu sebenarnya begini, yakni cara pandang, dalam
arti pemahaman luas, kesanggupan, dan menyakini yang telah Ia
pandang, sederhananya susah senang, baik jelek, besar kecil Dll, sudah
bukan hal penting dalam pembahasan, akan tetapi menjadi sangat 
terpenting sebab Dualitas tersebut dengan pandangan keyakinan dan 
kebenaran sejatinya kebenaran mutlak dari Alloh itu sendiri. Yang
menciptakan Buruk Alloh, yang menciptakan baik juga Alloh lantas
kenapa kita meremehkan sesuatu yang beda, ketika kita belum bisa
memandang Dualitas ya kita juga masih perlu meningkatkan kwalitas diri
kita sendiri, dengan cara sanggup menjalankan arahan Mursyidnya, dan 
menumbuhkan ketidak ragu-raguan dalam hal Haq dan kebenaran.
Kang Sarengat    : Oalah gitu tho...weh.. ternyata berat juga yang Kang bukan hal yang
mudah (huf,.....sambil menghela nafas panjang)..!!!


   

0 komentar:

Posting Komentar