Senin, 06 April 2015

EDISI - 36 KAMIS

Edisi, 36
Kamis 13 Pebruari 2014
   
Bismilaahirohmanirohim.
KENAPA KITA SALAM
Allohummaa Shollii wassallim ala Sayyiidinaa wa-Rosulliinaa Muhammad.
AJaran salam boleh jadi metode aplikatif untuk mewujudkan Islam sebagai agama rahmat.
Mungkin salam memang bukan suatu yang besar, pada mulanya hanya aktivitas bibir mengucapkan
doa “ Assalamualaikum. “ Semoga anda mendapatkan keselamatan dan kedamaian”. Yang membuat
menjadi besar adalah tebaran konteks dimana salam diucapkan. Muslim satu bertemu muslim
lain, Salam berpisah, salam memulai pidato sambutan, atau percakapan, salam masuk rumah dan
keluar rumah, salam  masuk makam,  dan masih banyak lagi.  Salam adalah pemuncak dalam
rukun-rukun shalat, aura salam sudah begitu kental saat memasuki rukun tahiyyat (Prosesi
menghormat). Apa yang menarik dari tahiyyat….? Ia adalah semacam tegur sapa seseorang yang
sedang shalat dengan 4 (Empat) pihak.
1.Menyapa Allah dengan kalimat pengakuan “ Atahiyyatul mubarokatus sholawatut
thayibatulillah”.  Segala bentuk penghormatan, keberkahan, rahmat dan kebaikan adalah milik-Mu semata ya Allah.
2.Lalu turun setingkat menyapa Nabi-NabiNya dalam kalimat mesra “ Assalamualaika
ayuhannabiyu warohmatullahi wabarokatuh”. Kedua kalimat ini menghidupkan imajinasi bahwa
Allah dan para Nabi hadir di depan kita, atau kita yang sedang menghadap kepada keduanya,
sehingga takzimlah kita menyapa.
3.Assalamualaina, menyapa diri kita sendiri bagaimana yang sering terlewat karena demikian lekat.
4.Dan “ wa’ala ibadilahis sholihiin “ bahwa di bumi dan sejarah kehidupan manusia ini ada
orang-orang shaleh yang abadi dalam wujud, aspirasi dan inspirasi.
Ini yang dicoba sadari, bahwa kita adalah bagian dari satu drama besar kemanusiaan
bersama-sama para sholihin.  Kita menyapa mereka semua melalui salam.  Salam yang melampaui
dimensi ruang dan waktu. Para shaleh di belahan bumi mana saja, para shaleh pada zaman mana
saja, kita diam-diam diajak menyelipkan kesadaran bahwa siapa saja yang shaleh, yang
berjuang bersanding menuju Tuhannya, akan abadi, dimanapun dan kapanpun babakan hidup yang
dijalani. Setelah menyapa 4 (Empat) pihak diatas kita mengucap syahadat dan sholawat.
Kemudian puncaknya tahyyiat menemukan muara pada rukun salam. Setelah Allah, para Nabi,
diri sendiri, para shaleh kita menyapa seraya berdoa mengucapkan “ Assalamualaikum
warahmatullah, untuk saudara yang ada di kanan dan di kiri.    
 “ Ya Allah, Engkau sumber kedamaian, Engkau adalah mula dan muara kedamaian, maka dari
itu, ya Allah kami mohon kedamaian dalam hidup kami di dunia kini, dan kedamaian di akhirat
kelak nanti sebagai penghuni Darussalam”. Dalam bahasa Jawa  “ Salaman”  sebuah
laku penuh pertimbangan dimana orang satu dengan saudara lain di sisi kanan, kiri, depan,
belakang berjabat tangan. Tangan terbuka bertemu dengan tangan terbuka , hal ini
menyimbolkan itikad hati untuk maaf memaafkan di antara kedua pihak yang bersalaman.
Sehingga dengan kata lain menutup lembaran kusam yang penuh dengan corat-coret,
Kesalahan, noda maupun dosa dan membukakan lembaran baru yang putih bersih.
-Sehingga dalam hal ini ironi sekali apa bila masih ada diantara kita yang selalu diberi
ruang, waktu bahkan kesempatan untuk saling berjabat tangan namun tidak pernah terjadi,
dalam kontek meminta maaf ataupun memaafkan, kenapa begitu…..? karena masih merasa paling
benar dan masih merasa paling hebat diantara kita semua. Kadang justru seakan-akan ketika
harus memulai minta maaf ataupun bersalaman merasa kride-bilitasnya menurun bahkan menjadi
hina. Nah itulah pandangan yang keliru… terus kemana saja selama ini sebagai santri yang
katanya  telah sekian tahun ngangsu kaweruh… hemm… HERAN…!!!. Kembali ke konteks bahwa
bersalaman (jabat tangan), tangan kita membuka selayaknya lembaran, sebuah lembaran baru,
sehingga  yang berjabat tangan adalah sisi putihnya bertemu sisi putih yang lain, bukan
punggung dari tangan tersebut yang dari sisi hitamnya. Mestinya sadar dan sesadar-sadarnya
bahwa yang bertemu adalah sisi putihnya maka itulah yang dinamakan lembaran baru. Dalam
bahasa Arabnya ini disebut “Mushofahah”.
-Ada yang menarik yaitu olah kreatif  “ Lokalisasi”   istilah mushofahah menjadi “SALAMAN “
. Dalam rangka menanggalkan pengertian etimologis, dan lebih pengertian fungsionalnya. Jika
pribadi-pribadi dalam sebuah komunitas memiliki kesediaan saling memaafkan,
Seperti diatas, maka output-nya tidak lain tidak bukan adalah salaman bentuknya, damai dan
selamat, demikian kira-kira wujud atau aplikasi dalam bentuk saling memaafkan.  Salah satu
Asma Allah yaitu “ As-Salam” Tuhan yang menjadikan sumber kedamaian, sehingga mengirimkan
Kanjeng Rosull Muhammad yang menuntun kita  memeluk agama  yang dinamainya dari akar kata
Salam (yakni Islam). Maka pada suatu ketika, Nabi pernah ditanya    “ Ya Rosull, siapakah
orang yang disebut muslim itu…”. Dan Rosullpun menjawab “ Orang yang disebut muslim itu “
al-muslim man saliman nas min lisanihi wa yadihi…” 
Yakni yang disebut muslim adalah mereka yang berhasil menyelamatkan sesamanya dari buruk
perkataan dan bahaya perbuatannya. Semoga saja kita semua dipilih dalam manusia sejenis ini, hanya saja
permasalahannya apa kita mau untuk mengambil kesempatan yang kesekian kalinya untuk menjadi
manusia yang selesai. Apa kita hanya ingin menjadi manusia yang hanya berdiri di altar
keegoan, tanpa merubah keegoisan dalam keseharian yang kita hadapi dengan beragam
kemajemukan. Apa kita terus berusaha dengan segala kekuatan karena kita sadar ukuran
sebagai hamba, sehingga kita saling menjaga.

DIMINSI HENING
Diantara tanda-tanda hati yang mati ialah, tidak ada rasa sedih telah kehilangan kesempatan

untuk melakukan taat kepada Allah, tidak menyesal atas perbuatan (kelalaian) yang telah

dilakukan.  (al-Hikam).

ANGKRINGAN SUFI
LUCU DAN MENYESATKAN
Kang Sarengat    : Kalau menurut Sampeyan gimana Kang, ada iklan kok horor banget       “ 
ROROK MEMBUNUHMU”.
Kang Hakekat    : Sampeyan itu gimana tho Kang, sudah aktif ngaji, hoby ngangkring kok
masih saja tetap ga’ mudengan, apalagi yang tidak pernah ngaji. Sampeyan lihat iklan gitu aja sudah panik.
Kang Sarengat    : Saya enggak panik Kang, iklan itu enggak ada pengaruhnya dengan hidup
saya, saya cuma nanya bagaimana menurut pandangan Sampeyan.
Kang Hakekat    :  Begini Kang..... yang pasti kematian itu tidak ada hubungannya dengan
rokok, soalnya kalau rokok bisa membunuhmu, Allah pasti tidak akan menciptakan Malaikat
Maut.    Kematian ya...kematian itu sendiri, tidak ada hubungannya dengan apapun selain
dengan Allah.  Kita tahu dan lihat ada orang yang sudah sakit parah tapi tidak segera mati,
malah justru kembali sehat dan segar bugar, tapi banyak juga orang yang sehat tapi mendadak
mati....!!!, Sekarang aku tanya pada Sampeyan Kang...? Kalau rokok bisa membunuhmu apakah
rokok bisa menghidupkanmu...?, Tidak khan....!!!, Karena mematikan dan menghidupkan itu
mutlak hak Allah.  Tidak segera mati orang yang berani mati, dan takkan hidup abadi orang
yang takut akan kematian, Pati tak datang karena dipanggil, pun tak akan pergi karena
diusir. Pati Mendiring Pribadi (Artinya kematian berdiri sendiri mutlak hak Allah).
Kang Sarengat    : Oh begitu...berarti itu bisa untuk hiburan ya Kang.... hehehehe Lucu dan
menyesatkan.
Kang Hakekat    : Tumben rodho mudengan.....!!!

0 komentar:

Posting Komentar