Jumat, 10 April 2015

EDISI - 42 KAMIS

Edisi, 42
Kamis 8 Mei 2014
   
APA UNTUNGNYA MENGHERANI DIRI SENDIRI (UJUB)
“ Sayyiduna Muhammad Rosulullah Lil Al-Alamin”
(Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Perbuatan yang menyebabkan cacatnya atau rusaknya amal kebaikan     adalah ujub,  Ujub
yakni merasa bangga, merasa agung atas amal salih yang dilakukannya. Dan kalau kita kaji
lebih dalam bahwa perbuatan tersebut sejatinya dapat menghalangi pertolongan Allah dan
pengukuhan dari Allah Ta,ala, sebab orang yang ujub adalah orang yang dihinakan, dan ujub
itu merusak amal salih. Jadi jangan pernah merasa bangga atas apa yang kalian lakukan yang
berkaitan dengan kebaikan, apakah kalian semua tidak pernah berfikir sampai mendalam, dan
apakah engkau bisa melakukan sebuah kebaikan tanpa campur tangan Gustiallah. Jadi mestinya
justru kita malu sebab kita melakukan suatu kebacikan saja ternyata karena digerakan oleh
Tuhan dan juga karena kita mendapat syafa,at Kanjeng Rosull Muhammad. Karena itulah apabila
seseorang lepas dari pengukuhan Allah dan taufiq-Nya, maka tidak lama lagi bisa jadi akan
mengalami kerusakan. Sebab itulah Rosulullah shollaluhu ‘alaihi wasallam bersabda “  Ada 3
(tiga) perkara yang merusak yaitu, Kikir yang diikuti, hawa nafsu yang dituruti dan
mengherani diri sendiri (ujub)”.  Yang perlu dipahami sebenarnya yang dinamakan ujub ialah
menganggap agung terhadap amal salih,  jelasnya penuturan hamba terhadap hasil kemuliaan
amal salih dengan perkataan yang tidak disandarkan kepada Allah, namun justru cenderung ke
sesama makhluk dan bisa jadi disandarkan terhadap nafsunya. Mengenai rasa bangga/agung
(ujub) ada 3 (Tiga) golongan. Pertama “ Orang-orang muktazilah dan orang-orang qodariyah
yang tidak memandang anugerah Allah berkenaan dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Justru
Mereka mengingkari pertolongan Allah yang khusus  dan kelembutan rahmat Allah, sebab ada
kesamaran pendapat yang menguasai mereka“. Kedua “ Orang-orang yang ingat anugerah Allah
dalam segala keadaan mereka. Namun merekalah orang yang mengherani amalnya sendiri, sebab
mereka menganggap menjadi mulia karena pahalanya, serta merasa mendapat bantuan khusus dari
Allah”.  Dan yang ketiga “ Orang-orang yang mencampur-adukan, yaitu kebanyakan ahli sunah.
Kadang-kadang mereka sadar, lalu menyebut-nyebut anugerah Allah. Kadang iapun lupa lalu
mengherani dan merasa bangga dengan dirinya sendiri atas amalnya, karena adanya kelupaan
maka yang datang kemalasan sehingga kendor dalam meneliti amal dan berkurangnya penglihatan
mata hatinya”.  
Dari ketiga hal barangkali ada yang kebetulan ataupun tanpa sengaja melekat pada diri kita kini.
dan bisa jadi ketiga-tiganya kita borong dan utuh melekat pada kita.  Sebenarnya yang perlu
kita garis bawahi adalah bagaimana kita menekan idialis-idialis ke-Akuan yang telah lama
mengerak dalam jiwa kita, dan bagaimana caranya kita bisa mengikis secara totalitas dengan
penuh kesadaran untuk tidak berpaling Kepada anugerah dan ke-Agungan-Nya. Ketika kita
merasa bangga, ketika kita merasa mulia dan sepertinya kita sudah pantas menerima hal itu
maka sejatinya kita justru sangat hina dihadapan Allah. Coba kita refresh kembali dengan
pola pemikiran yang sangat-sangat sederhana sebagai perumpamaan, jadi kita ambil contoh
begini, ketika kita semua melakukan ibadah kemudian dengan kita telah ber-ibadah kita minta
imbalan berupa pahala/ganjaran ataupun biar masuk syurga, akan tetapi semua tidak di
kabulkan oleh Tuhan, sedangkan kita semua sudah sujud sampai jidatnya kapalan yang katanya
sebagai bukti ahli sujud, ketika semua itu tetap tidak dikabulkan Tuhan, kira-kira apa
kalian masih tetap melakukan hal yang demikian..? Pastinya kalian akan mencaci maki Tuhan,
dengan berkata Tuhan tidak adil, Tuhan tidak lagi bertanggung jawab  dengan  ciptaan-nya,
Tuhan sudah tidak gaul, pastinya akan ngumpat demikian.  Dan ketika Tuhan dikatakan
demikian dan Tuhan tetap saja tidak mau mengabulkan anda mau apa….? Marah, brontak apa mau
minum racun … ? lantas kemana rasa muliamu yang kamu bangga-banggakan, hemm… begitu kok
sudah merasa bangga, merasa mulia, merasa agung, sedang kita semua tidak bisa berbuat
apapun tanpa digerakan oleh Allah, mestinya kita malu dan tau diri, kita ini siapa kok
merasa bangga, merasa mulia lha kemana rasa Ketuhanan yang kita miliki. Dan apa iya kita
bisa berbuat mulia, beribadah dan apapun tanpa adanya af’alnya Allah ta’ala.  Satu hal
lagi, jangan engkau merasa bangga karena sudah berbuat sesuatu  terhadap  Mursyidmu   dan
pondokmu,  justru mestinya kita malu dan sepantasnya kita ber-terimaksih sebab dengan
adanya pondok dan disitu kita digulowentah Mursyidnya justru kita kenal ilmu-ilmu Tuhan
yang mengantarkan kita untuk kembali pulang menuju jalan Tuhan. Jadi sebenarnya kita
sejati-nya tidak pantas untuk bangga, sebab kita memang tidak punya secuilpun yang dapat
kita bang-gakan, barangkali hanya agar kita semua tidak melanggar ketentuan Tuhan dan
barangkali kita MANUT terhadap Mursyidnya dengan segala ketawadu’kannya sehingga setidak-
nya membuat bangga terhadap yang telah menggulowentah kita semua, akhirnya kita hanya
terkulai lemas dengan bertekuk lutut tanpa daya, simpanlah ujubmu, sebab itu kita hancur. “
Man jadda Wa Jadda”.

DIMENSI HENING
Sesungguhnya hawa nafsu selalu jauh dari kebenaran. Dan hawa nafsu itu punya ciri,  Jika
kedua hal tampak samar bagimu, maka tinggalkanlah yang paling kau sukai diantara keduanya,
dan ambilah yang paling terasa berat bagimu. (Abbas bin Abdul Muthalib)   

ANGKRINGAN SUFI
JANGAN MERAMPAS HAK
Malam itu nampak Kang Sarengat kurang begitu gaerah, nampak lusuh dengan hidung yang
mangar-mangar, sepertinya tidak gairah dan pengar karena flu. Iapun mencoba mengambil rokok
yang terletak di meja dimana teman-teman pada ngangkring, kemudian meyulutnya dan kepulan
asap membumbung keluar dari mulutnya, uuhf.. Kang Sarengat merasa mulutnya sudah kurang
bersahabat dengan nikmat sebatang rokok yang di hisabnya…Kang Hakekat    : Kenapa tho Kang Sampean…. Lagi nikmat pho.. hehehe…
Kang Sarengat    : Nikmat piye…… ?? wong ndase cenut-cenut, irunge meler kaya gini kok
nikmat Sampeyan iki yo aneh-aneh Kang.
Kang Hakekat    : Hehehehe… gitu saja ribut Kang, mbok yo disyukuri,sebab dengan rasa tidak enak ataupun sakit bisa jadi itu memang kenikmatan Tuhan yang diberikan dalam bentuk lain,
sebab ada kalanya dengan sakit maka dosa-dosa orang tersebut sedang dikurangi, sepanjang ia
menerima dengan ikhlas.
Kang Sarengat    : Oh…..  jadi gitu  tho Kang, berarti yang sedang saya alami bagian dari
pengurangan dosa gitu…hehehe...  kalau  begitu  mungkin sakit terus ya hehehe…
Kang Hakekat    : Hayah… tutukmu… iya kalau itu pengurangan dosa lha kalau  itu adzab buat
Sampean bagaimana coba,… mau…!,  intinya ya, kalau tidak enak badan ya dinikmati, disyukuri dan  yang  terpenting  istirahatlah, sebab bisa jadi bahwa organ tubuh kita  sudah capek
entah apa sebabnya, sehingga butuh untuk istirahat,sebab dengan istirahat sejatinya juga
memberikan haknya untuk jasmani untuk mengistirahatkan dalam bentuk kegiatan  yang
dilakukan oleh fisik, sehingga hak fisikpun perlu diberikan……  begitu… Kang, sama  halnya 
Sampean lapar ya makan, ngantuk ya tidur, tidak  enak badan ya istirahat apa berobat dengan
konsep yang pernah disampaian khan begitu…mudeng ora sampean..
Kang Sarengat    : Hemmm… ya.. ya,  mudeng Kang (Sambil nyengir kerena menahan rasa ngelunya
di kepala) maturnuwun ya Kang….pancen top tambane… he he



0 komentar:

Posting Komentar