Edisi, 34
Kamis 02 Januari 2014
APA MASIH BERLAKU KEEGOAN KITA
“ Sayyiduna Muhammad Rosulullah Lil Alamiin”
(Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Sepertinya hanya sebuah cerita dalam diri kita jika saja tidak muncul kesadaran jiwa kita
untuk menumbangkan yang namanya penyaikt hati (EGO) karena adakalanya memang benar-benar
sulit untuk di tebang karena sudah terlanjur mengakar, dan mungkin ketika orang lain tidak
mampu mestinya diri kita berjuang untuk meruntuhkan ke-egoan kita dengan berjuang keras.
HIdup ini tak ubahnya fata- murgana. Seperti sesuatu yang nampaknya ada , namun
se-sungguhnya tidak ada. Kehebatan dan kemashuran hanyalah sebuah rasa dari dalam diri
sendiri. Tidak perlu menjadi terkenal untuk merasa terkenal, Tidak perlu menjadi artis
untuk merasa sebagai artis. Cukup bohongi diri dan berprilaku seperti artis atau orang
terkenal. Banyak orang yang sebenarnya tidak di kenal, tetapi merasa dirinya terkenal.
Banyak orang yang tidak hebat, tapi merasa dirinya hebat, akhirnya keangkuhan dan
kesombongan yang menghiasi hidupnya. Tapi banyak jugaorang yang sebenarnya hebat, namun ia merasa dirinya biasa saja, akhir-nya bisa
berbaur dengan siapapun. Justru banyak orang-orang hebat bisa menyembunyikan
kehebatannya dari orang lain karena takut nanti akan terjatuh di hadapan Gusti Allah.
Disamping itu justru akan ada sebuah energi positif setiap kali kita bergaul sama orang-
orang hebat walau sangat rapat di sembunyikan kehebatannya. Dengan demikian wal-hasil ia
akan di cintai oleh setiap kalangan, lagi pula di sisih lain apasih enaknya kalau Cuma
dianggap hebat ataupun terkenal oleh orang lain...? lantas apa untungnya dari semua itu.
Bukankah itu semua malah membuat diri kehilangan privasi. Okelah mungkin karena orang itu
terkenal kemanapun dan dimanapun bertemu orang, maka orang akan tersenyum dan mengajak
salaman. Tapi apakah sesulit itu jika hanya untuk mendapatkan senyuman dan sapaan dari
orang lain…? Apa harus mengukuhkan diri sebagai artis atau seorang yang bisa berpuisi
ataupun bersandiwara dengan deraian air mata kemunafikan… hemmm saya rasa tidak demikian
jalan dan caranya sebagai seorang yang pernah nyantri, justru itu jauh menyimpang dari
ajaran yang di sampaikan Mursyidnya. Sebenarnya konsepnya cukup mudah cukup tebarkan senyum
kepada setiap orang, maka orang akan tersenyum kepada kita. Bila bersikap ramah dan menyapa
kepada setiap orang, maka orangpun akan ramah dan menyapa kita. Menjadi artis kalau
berangkat dari bakat yang di titipkan Allah kepadanya adalah sebuah anugrah. Namun Jika
menjadi artis harus menghalalkan segala cara, justru ini akan menjadi malapetaka buat
dirinya sendiri. Menjadi hebat kalau berangkat dari kegigihannya menuntut ilmu, itu adalah
barokah. Tapi merasa dirinya hebat padahal tidak memiliki ilmu malah akan menjadi pecundang.
Sebetulnya yang harus difikirkan oleh manusia adalah bagaimana cara agar dirinya bisa
bermanfaat untuk orang lain. Karena esensi penciptaan manusia adalah perantara atau wasilah
sebagai penutup kebutuhan orang lain. Sebagai wakil Tuhan adalah tugas manusia dalam
mengarungi hidup di Mercopodo ini. Sehingga rasanya naif sekali jika seseorang yang sibuk
dengan urusannya sendiri hingga melupakan kemanfaatan dirinya buat orang lain. Apalagi
seseorang yang sibuk dengan urusanya sendiri dengan mendzolimi orang lain, haahhh…..
sontoloyo..lempar saja ke rowo…!!!, jangan salah tafsir yang dilempar kelakuannya yang
tidak pas, nanti sakit hati lagi dan komplen sama Mursyidnya. Sebenarnya kita sadar tidak
tho selama ini..? di gulowentah sampai habis-habisan, semua itu hanya merupakan proses
untuk mengingat-kan kepada kita semua bahwa kita pernah janji untuk berbhakti. Selain itu
kita agar kembali mengingat terhadap diri kita, dengan kata lain agar kita mengenal lebih
jauh terhadap diri kita. Jikalau kita sudah mengenal diri kita maka sudah barang tentu kita
mengenal Tuhannya. “ Man arofa nafsahu Arofa robbahu “ (Siapa yang mengenal dirinya maka
akan mengenal Tuhannya) Sebetulnya yang harus difikirkan oleh manusia adalah bagaimana cara agar dirinya
bisa bermanfaat untuk orang lain. Karena esensi penciptaan manusia adalah perantara atau
wasilah sebagai penutup kebutuhan orang lain. Sebagai wakil Tuhan adalah tugas manusia
dalam mengarungi hidup di Mercopodo ini. Sehingga rasanya naif sekali jika seseorang yang
sibuk dengan urusannya sendiri hingga melupakan kemanfaatan dirinya buat orang lain.
Apalagi seseorang yang sibuk dengan urusanya sendiri dengan mendzolimi orang lain,
haahhh….. sontoloyo..lempar saja ke rowo…!!!, jangan salah tafsir yang dilempar kelakuannya
yang tidak pas, nanti sakit hati lagi dan komplen sama Mursyidnya. Sebenarnya kita
sadar tidak tho selama ini..? di gulowentah sampai habis-habisan, semua itu hanya merupakan
proses untuk mengingat-kan kepada kita semua bahwa kita
selembut kapas, tembus pandangan di setiap sisi dari lahir dan batinnya. Melihat,
memandang, menilai dan mengukur diri sendiri hingga lupakan aib orang lain.Bukankah lebih baik merasa diri kotor dan bersalah daripada mengaku bersih dan
tidak sensitif dengan amal perbuatan yang dilaku-kan, Adakalanya maksiat itu memberi
pengaruh baik bagi diri jika Ia dilalui dengan semangat bertobat. Dalam melayari samudera
kehidupan kita memerlukan keteguhan hati, cobalah memandang segalanya dengan positif.
Manusia bisa melakukan apa saja sesuka hatinya Allah tetap Maha Pengampun. Namun resiko itu
tetap ada di atas jalan yang kita tempuh, mati dalam taat atau maksiat, kita sendiri yang
memilih. Beranikah kita mencuri peluang atas rahmat dan Maghfirah-Nya.
DIMENSI HENING
*Kesalehan jiwa akan mengantarkan keindahan fisik dipandangan manusia (Inner beauty).
*Manusia yang paling bahagia ialah orang yang memiliki hati yang mengetahui (Bahwa Allah selalu bersamanya) memiliki jiwa yang sabar dan rela atas apa yan ia miliki.
ANGKRINGAN SUFI
KASIH SAYANG YANG DIBENCI
Kang Hakekat : Bila benci menghadang membakar menghasut kasih, sayang melarut,
memabukkan meragukan api benci menghanguskan iman, rayuan kasih menjadikan kita lupa.
Kang Sarengat : Kok… seperti pujangga saja Sampeyan itu sekarang, pakai
bersyair segala, terus pengertianya bagaimana itu Kang..?
Kang Hakekat : Ya.. itulah Kang sebagai tanda bukti bahwa isi hidup ini serba goda, sering kali kebencian terhadap sesuatu atau seseorang membuat kita
gelap mripat. Menghalalkan segala cara untuk memberanguskan sesuatu /
sesorang yang kita benci, sering kali kita membuat retorika kepalsuan
menfitnah untuk menghancurkan demi pemuasan kebencian kita Nah disaat
seperti inilah sebenarnya iman kita terbakar habis yang tersisa hanyalah
nafsu angkara yang mengendalikan kita.
Kang Sarengat : Berarti kita tidak boleh membenci kepada siapapun atau apapun Kang…?
Kang Hakekat : Membenci itu butuh energi yang luar biasa, untuk apa energi kita
gunakan untuk mem-benci kalau itu hanya akan menyengsarakan diri kita.
Kang sarengat : Dan bahkan dengan kemaksiatan kita tidak boleh benci..?
Kang hakekat : Ya… justru saya senang sekali dengan kemaksiatan, karena saya belajar
hidup dengan cara menjahui apa yan saya senangi, sebab kesenangan yang
bersifat sebagai sarana pemuasan, hakekatnya adalah penipuan.
Kang Sarengat : Wah sangat susah dan begitu rumit jalan pikiran Sampeyan Kang untuk diikuti…?
Kang hakekat : Begitu pula dengan kasih sayang yang tak termenejemen dengan agama
yang benar hanya akan berwujud sebuah pemanjaan yang akan membuahkan petaka
di kemudian hari. Contohnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya ketika
sang anak “ bandel” dalam hal tidak mau menjalankan syariah misalnya
Agama, membolehkan orang tuanya untuk menjewer, Sang anak itu.
Artinya kasih sayang itu kadang kala harus menegur, menjewer atau mencubit.
Jadi kasih sayang bukan berarti membiarkan orang yang kita sayangi bisa
berbuat sesuka hati tanpa batasan “ Sakpenae udele dewe” dan bonus untuk
Sampeyan Kang… ketika Mursyid menegur Sampeyan dengan cara Beliau, Sampeyan
jangan pernah merasa jengkel, sebab teguran itulah sebagian ungkapan kasih sayangnya.
Kang Sarengat : Oh jadi begitu tho maksudnya…? Yo..yo..paham Kang.
0 komentar:
Posting Komentar