Kamis, 16 April 2015

EDISI - 62 KAMIS

Edisi, 62
Kamis 30 April  2015

MUTANAJISKAH HATI KITA
“ Sayyiduna Muhammad Rosuulullah Lil Alamin”(Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Mengenal Rosull-Nya, mengenal juga, mengetahui serta mengamalkan ajaran-ajarannya dan kemaslahatan-kemaslahatannya yang bertalian dengan akibat-akibatnya. Suatu sifat yang telah membedakan antara manusia dengan hewan di dalam hal prilaku adalah menjaga tentang kebersihan, baik kebersihan luar (jasmaniah) dan kebersihan dalam (Rohaniah). Sedangkan dorongan hawa nafsu ataupun prilaku untuk tidak menjaga hal tersebut ialah tuntunan syahwat dan juga keinginan yang minta untuk sak,karepe dewe, Hal yang sering kita dengar “ Bahwa Kebersihan adalah sebagian dari Iman”. Akan tetapi yang perlu kita camkan serta kita renungkan kebersihan yang bagaimana, apakah hanya sekedar bersih dari hadast dan najis yang bersifat fisikal saja...? apa ada pemahaman lain, yang bersifat rohaniah, perlu kita bongkar untuk kita kaji pemahaman tersebut. Dengan demikian tentunya tidak bersifat fisikal saja akan tetapi pastinya mengandung unsur batiniah bersih dari sudut pandang dalam (Rohaniah) terutama, bersih dari kotoran-kotoran hati.  Lantas berpengaruhkah mutanajis terhadap rohani kita.... ? Sebelum kita gali lebih dalam mari kita ingatkan kembali tentang najis, dan cara menghilangkan najis tersebut.Masalah najis erat kaitannya dengan masalah ibadah, karena setiap ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah bersih dari segala najis, bersih dari hadast kecil maupun hadast besar. Dan keber-sihan seorang muslim menjadi ketentuan penting dalam hal kesempurnaan pelaksanaan ibadah, baik yang fardhu’ maupun sunnah. Akan tetapi, tidak sedikit dari kaum muslim yang belum bisa membedakan antara kotoran yang terhukumi sebagai najis dengan kotoran yang tidak terhukumi sebagai najis. Dan najis yang berupa kotoran dalam bentuk zhahir (nyata) dengan najis yang tidak berbentuk zhahir (batin) seperti kotoran hati. Oleh karena itu, kita ingatkan kembali bahwa najis itu dibagi menjadi 3 (tiga) yakni najis mutawasitoh (ringan), najis mukhoffafah (sedang) dan Najis Mugholladhoh (Besar). Dari tiga jenis hal tersebut di atas, tentunya berbeda pula cara mensuci-kannya, ada yang hanya sekedar disiram, ada yang harus di siram sampai bersih dan hilangnya warna, dan baunya, ada pula yang harus di basuh sebanyak tujuh kali dan satu diantaranya menggunakan debu. Itulah aturan, itulah syarat syahnya menghilangkan najis-najis ainiayah  hukmiyah.  Apa ainiyah itu, yakni benda yang memang sifat dasarnya sudah najis, lantas apa hukmiyah yaitu benda yang sebenarnya tidak najis akan tetapi terkena najis sahingga menjadi najis.  Kalau dikaitkan dengan judul diatas apa kaitannya, antara najis dan mutanajis. Kalau hanya najis tidak akan berpengaruh terhadap perjalanan rohani, sebab najis berdiri sendiri, dan jika kita tidak ingin kena najis tentunya sederhananya ya jangan sampai terkena najis. Akan tetapi mutanajis adalah melekatnya ataupun terkena najis tubuh kita sehingga berpengaruh terhadap rohani kita. Kenapa begitu...? ya jelaslah kalau kita berbicara tentang mutanajis berarti kita berbicara tentang kotoran, sementara mutanajis tersebut yang sangat berpengaruh dengan kotoran hati.Satu hal lagi yang mungkin terlewatkan dari pengetahuan kita semua, selain yang sudah disebutkan di atas tentang ainiyah, hukmiyah, masih ada satu lagi yaitu “MAKNAWIYAH” Apa Maknawiyah itu, maknawiyah adalah najisnya hati kita sebab sekian lama terkena kotoran-kotoran hati sehingga mutanajis, sehingga sangat mempengaruhi perjalanan rohani kita dalam rangka menuju Alloh Swt dan Rosull-Nya.Mutanajis yang bersifat Maknawiyah kalau berbicara bagai-mana cara mensucikan tentunya jelas berbeda dari najis-najis yang sudah disebutkan, hal ini bukan sekedar menyirami ataupun membasuh sampai 7 (tujuh) kali saja akan tetapi, disinilah hal yang sangat penting dan mendasar untuk kita jalani dengan kesungguhan hati. Jika kita terkena najis yang nampak ditubuh kita jelas dengan mudah cara mensucikannya, akan tetapi suatu pekerjaan besar dan tidak mudah sebab yang kita sucikan adalah kotoran hati kita, sehingga disinilah arti pentingnya istighfar ataupun taubatan nasuha. Bukan hanya sekedar berwudlu ataupun mandi besar, akan tetapi tobat besar (Totalitas tobat).Yang kita jalani dengan sungguh-sungguh, ataupun dengan benar-benar taubat. Sangat tidak mudah untuk mengikis kotoran (najisnya) hati. Sebab setiap detik kita basuh (bertobat) setiap detik pula kita selalu terkena hal itu. Oleh karenanya marilah kita berusaha semaksimal mungkin untuk mempertanggung jawabkan kotoran-kotoran hati kita masing-masing di hadapan Alloh Swt dan Rosululloh Muhammad SAW, dengan selalu berbuat yang terbaik setidaknya kita “nggawe pantes” dihadapan-Nya, sebab kita belum pantes dan tidak bisa apa-apa jika Alloh tidak mempunyai sifat Ghofuru Rohim (Maha Pengampun).

DIMENSI HENING
* Setidaknya kita “nggawe pantes” dihadapann-Nya, sebab kita belum pantes dan tidak bisa apa-apa jika Alloh tidak mempunyai sifat Ghofuru Rohim (Maha Pengampun).

ANGKRINGAN SUFI
Bismillahirohmanirohim :   MANDI BESAR 
Malam itu diangkringan berkerumun masyarakat angkringan yang menghabiskan waktunya dengan gojek-gojek namun bermanfaat, seperti biasanya disela-sela obrolan yang lagi asyik tiba-tiba Kang Sarengat nyeletuk dengan teman-temannya, najis besar. Sebab kelihatannya ada sebuah permasalahan serta kebingungan yang dialami Kang Sarengat.
Kang Sarengat    : Kang sebenarnya najis maknawiyah itu apa tho kok kadang harus ada   mandi  besar, sebenarnya bagaimana itu Kang...?
Kang Hakekat    : Hemmm .....jadi itu yang membuat Sampean agak kebingungan Kang..   lha menurut Sampean emang mandi besar itu apa..?
Kang Sarengat   : Sampean ki gimana aku tanya kok malah Sampean balik tanya, aneh Sampean Kang... 
Kang Hakekat    : Hehehe...Kang-Kang yo ojo nesu jadi orang kok nesunan.... yo wis tak
jawab, tadi khan Sampean tanya najis maknawiyah kadang harus mandi besar, gitu khan, kalau dalam syarat rukunnya khan jelas,
sampean juga sudah paham mandi besar sebab sampean juga sering menjalani mandi besar tersebut.
Kang Sarengat    : Ya itu Kang, kalau yang itu aku sedikit tahulah, tapi yang aku maksudkan najis maknawiyah itu apa dan bagaimana cara mensucikannya, apa ya dengan cara mandi besar Kang....?
Kang Hakekat    : Hehehehe.... Kang-Kang gitu maksud Sampean mbok yang jelas kalau
tanya, dengerin... hukmiyah itu adalah najisnya hati kita atau terkenanya kotoran hati kita, jadi jelas beda cara mensucikannya, walaupun kadang perlu dengan adanya mandi besar, oleh sebab itu ada mandi tobat. Akan tetapi tidak cukup dengan mandi saja karena yang terkena najis itu hatinya, maka karena hatinya maka ya dengan jalan mohon ampunan (Taubat) yang sebenar-benarnya tobat. Dan satu hal lagi Kang najis yang terjadi di fisik lebih mudah untuk disucikan, akan tetapi jika yang najis hati kita maka butuh kesungguhan untuk mensucikannya. Lha kira-kira Sampean sudah tidak terkena najis tidak, hati Sampean Kang...?
Kang Sarengat    : Oh itu maksudnya (sambil nyengir dengan wajah bengong).... wah ya  najis thok Kang.... hemmm...




0 komentar:

Posting Komentar