Sabtu, 11 April 2015

EDISI - 60 KAMIS

Edisi, 60
Kamis 2 April  2015

HAKEKAT ISTIGHFAR
“ Sayyiduna Muhammad Rosuulullah Lil Alamin” (Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W
adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Istigfar adalah sering kita artikan sebagai permohonan maaf atau juga sebagai ungkapan rasa
bersalah kita, terhadap segala kesalahan-kesalahan yang telah membalut disetiap kehidupan
kita. Sehingga muncul ungkapan rasa penyesalan dan pada akhirnya bermuara pada permohonan
maaf kita terhadap Sang Khalik.  Dari Anas bin Malik rodhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku
mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alloh subhanahu wa ta’ala
berfirman, “Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku akan
Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu
setinggi awan di langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni. Wahai
anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau
datang kepada-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang
kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula.”  Kelihatannya ketika kita mendengar firman
tersebut menjadi GR (Gede Rumongso) menjadi semua gampang dan tidak pernah terpikir bahwa
semua ada konsekwensinya ataupun tradisi yang harus dijalaninya. Seakan dengan firman
tersebut masalah langsung selesai begitu saja... tidak semacam itu, kok le enak temen....???
Jika seseorang hanya dengan mengucap kalimat istighfar kemudian terampuni segala
kesalahannya, betapa enaknya hidup ini, yang jadi permasalahan bentuk permohonan ampunan
yang seperti apa, syarat seperti apa sehingga   Alloh Swt meluluhkan segala kotoran dosa
dalam tubuh kita....??? dan juga perbuatan yang bagaimana sehingga bisa diselaraskan dengan
firman Alloh Swt di atas tersebut.  Memang secara sederhana lumayan beretika ketika salah,
lantas minta maaf dari pada sudah salah tapi pura-pura tuli ketika di tegur marah ini khan
parah, Akan tetapi tidak bisa dikatakan mulia sebab belum menepati kesejatian dari
permohonan maaf itu tadi. Sebab jika ingin menapaki kesejatian permohonan maaf-Nya mestinya
sadar dan faham betul dengan syarat-syarat-Nya. Kenapa begitu...??? sebab permohonan maaf
(istighfar) selalu digandeng, bahkan bergandengan tidak bisa pisah dari taubat. Berarti
istighfar disini adalah ungkapan untuk memohon ampun dengan lisan dan perbuatan, serta
taubat adalah ungkapan dari berlepas diri dari dosa dengan hati dan anggota tubuh yang
dilandasi kesanggupan serta kesadaran prilakunya, dan tidak mengulang kembali atas apa yang
pernah ia lakukan. Kadang itupun belum menjamin bahwa permohonan kita langsung terkabulkan,
sebab kalau kita bicara hukum, bahwa hukum istighfar seperti halnya hukum berdoa. Jika
Alloh Swt menghendakinya maka Ia Mengabulkannya dan mengampuni pelakunya, sebab Alloh Swt
juga memiliki hak mutlak serta menentukan hak prerogatif-Nya.  Jadi tidak serta merta dan
semudah itu, permohonan itu datang sebab di sini Alloh Swt melihat ketulusan sang peminta
ampunan tadi. Nah, itu yang mestinya kita garis bawahi, jangan ditelan mentah-mentah,
jangan lantas kita GR dengan kabar yang didengar, sebab masalah tidak selesai cukup dengan
GR saja. Mestinya kita mengerti kesajatian permohonan ampunan tadi, sebenarnya yang
bagaimana.... ? Ketulusan dan kesadaran yang muncul dari relung hatinya yang paling dalam
dan mampu membangkitkan gairah ketulusan dari sanubarinya, entah dengan cara apa saja,
dengan bahasa apa saja sehingga mampu menumbuh-kan energi untuk mengakui segala bentuk
pelanggaran yang telah dilakukannya, sehingga ia menyadarinya kemudian ia kembali kepada Alloh Swt.
Jadi kesimpulannya apabila seseorang  hamba     berharap   dengan
menghadirkan hati memurnikan keta-atan hanya kepada Alloh Swt dan menyempurnakan syarat-
syarat-Nya dan menghilangkan penghalangnya, sekalipun tumpukan dosanya sepenuh langit, maka
firman tersebut baru pantas bersinergi dengan hamba yang memohon ampunan-Nya, artinya kita
pantas jika Alloh memberi permoho-nan maaf kepada kita semua. Jika diibaratkan kita adalah
orang tua yang menunggu kepergian anaknya yang sekian lamanya tak ada kabar dan entah
dimana rimbanya, tiba-tiba anak tersebut datang dengan penuh haru dan pasrah atas apa yang
telah diperbuat, maka sejatinya orang tua tersebut justru akan bahagia, akan menyambutnya
dengan penuh suka cita.
Dan sudah barang tentu walaupun marahnya seperti apa, namun pada akhirnya akan dipeluk dan
dibelai dengan kasih sayang. Saya rasa konteks sederhananya demikian agar kita memahami
sayiddul istighfar/ hakekat istigfar, sebab tidak ada hal yang lebih berharga dan mulia
selain kita mengakui dengan segala kesalahan kita dengan penuh kesadaran kita sehingga kita
kembali pada Sang maha Pengampun itu sendiri.

DIMENSI HENING
* Apabila seorang hamba berharap dengan menghadirkan hati, memurnikan ketaatan hanya
kepada-Nya dan menyempurnakan syarat-syaratnya dan menghilangkan penghalangnya, sekalipun
tumpukan dosanya sepenuh langit, maka Dia akan mengampuninya.

ANGKRINGAN SUFI
Bismillahirohmanirohim :   KETULUSAN HATI   
Kang Sarengat    : Kang.....apa benar bahwa kita memohon ampunan kepada Gustialloh
tidak harus baca istighfar, aku kok jadi tambah bingung kang sebenarnya bagaimana tho..    
makin lama kok ngaji makin tidak tambah pinter, malah makin goblok... jane ki piye Kang..
Kang Hakekat    : Oalah begitu tho... lha menurut Sampean, emang Sampen udah pinter
tho kok kelihatannya menyesal dengan Sampean ngaji.
Kang Sarengat    : Yo tidak begitu Kang....tidak menyesal Cuma perasaan mestinya semakin
paham tho... namun yang terjadi malah semakin tidak tau apa-apa je Kang..., apalagi yang    
tadi saya sampaikan diatas permohonan maaf tidak harus baca istighfar.. khan yo aneh tho     Kang...
Kang Hakekat    : Ya memang benar Kang... khan permohonan maaf tidak harus baca
istigfar... masa bingung Sampean...
Kang Sarengat    : Iya, tapi khan bukankah istighfar sendiri artinya permohonan ampunan,
lantas bagaimana ini aku kok makin tidak nyambung Kang...
Kang Hakekat    : Hehehe...Kang-Kang begini penjelasannya, Sampean jangan terpaku pada
tekstual saja, bahwa membaca istighfar adalah istighfar... belum bisa dikatakan begitu,    
kenapa demikian sebab Sampean baru baca belum menjalani, artinya yang sampean jalani        
baru membaca kalimat istighfar belum benar-benar istighfar, paham..... Jikalau seorang        
hamba benar-benar istighfar dia tidak terpatok pada konsep tulisannya akan tetapi lebih    
cenderung pada pokok permasalahannya, intisarinya permohonan maaf yakni        
menghadirkan rasa penyesalan, menumbuhkan rasa kesadaran yang dalam sehingga        
bersenyawa dengan sifat ghofururohimnya Alloh, jadi Sampean mau pakai kalimat apa saja,    
mau pakai cara apa saja akan tetapi tidak kehilangan esensi dari permohonan maaf tersebut,    
boleh-boleh saja, dari pada Sampean bergaya dengan bahasa arab akan tetapi tidak        
mengerti dari maknanya, lebih baik gunakan dengan bahasamu ataupun caramu sehingga        
bisa membangkitkan kesadaran yang luhur... itu jauh lebih baik paham Sampean...
Kang Sarengat    : Ealah...  itu tho maksudnya kang...yo..yo... aku paham....


0 komentar:

Posting Komentar