Sabtu, 11 April 2015

EDISI - 58 KAMIS

Edisi, 58
Kamis 5 Maret  2015

KEALPAAN DIRI
“ Sayyiduna Muhammad Rosuulullah Lil Alamin”
(Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Kecenderungan manusia yang hanya menerima suatu kebaikan saja, hanya mau menerima yang
enak-enak tanpa harus bersusah payah, dan kecenderungan terima jadi tanpa harus ribet
kesana-kemari.  Jika demikian yang dibutuhkan badan ini kenapa mesti ada perintah
beribadah, kenapa harus wusul dan kenapa juga harus memproses diri, bukankah Alloh swt juga
bisa dalam sekejab membuat seluruh manusia baik atas kuasaNya, dan kenapa juga Alloh swt
perintahkan kita bertaqwa sedang ketaqwaan kita juga tidak akan mempengaruhi sifat ke-Esaan
dan kebesaraan Alloh itu sendiri, dan kenapa juga Alloh swt memerintahkan para Malaikat,
para Rosull-Nya sedangkan Ia Dzat yang maha berkehendak lagi Maha Mutlak. Kita adalah
ciptaan-Nya, sedangkan Ia adalah Dzat yang mencipta, apa yang Ia kehendaki, apa yang Ia
firmankan itu adalah hak-Nya Alloh, kenapa demikian sebab hal tersebut mengisyaratkan bahwa
Allah swt sendiri Maha pembagi, bahwa sifat Rohman-rohimnya Alloh melingkupi apapun, dan
kita bagian dari apapun itu sendiri, walaupun tentunya bahwa bagian Alloh jelas berbeda
dengan bagian ciptaan-Nya, akan tetapi sejatinya kita diajari, diberi pemahaman untuk tidak
berpangku tangan, untuk tidak malas-malasan, untuk tidak instan terima jadi begitu  saja,
agar kita tidak punya kecenderungan terhadap mahkluk-Nya saja, akan tetapi kecenderungan
pada sang pencipta makhluk itu sendiri.  Dan seringkali juga bahwa orang hanya terobsesi
mencari sababiyahNya/mahklukNya saja, dari pada kecenderungan pada Sang pencipta sababiyah
mahkluk itu sendiri. Nah yang demikian bahwa itu bisa jadi kita sedang mengalami kealpaan
diri yang berkepanjangan, apa yang telah kita dapatkan dari sebuah majelis, atau sesuatu
yang telah kita peroleh dalam “NGAJI” ternyata belum berdampak positif, pada diri kita
lebih-lebih terhadap kehidupan sosial dalam tatanan kehidupan sehari-hari di lingkungan
kita. Artinyan bahwa suatu kaum ketika mendatangi majelis dzikir, majelis sholawat dan
lain-lain, krono atau berniat hanya menghilangkan kepenatan dan kegelisahan saja, maka yang
ia dapatkan ya... sebatas niatannya. Kenapa tidak diniati untuk berobat dalam rangka
mengobati hatinya yang telah terlalu banyak endapan penyakit yang sudah akut karena ego,
nafsu dan belenggu godaan syetan. Setidaknya mencari obat agar hatinya hilang dari
syetannya. Sehingga wajar saja ketika sudah ngaji, sholawatan  sekian lamanya, tidak
berdampak apapun, malah ada kesan lingkungan menjadi risih terhadap adanya kita, kenapa
demikian terjadi, sebab kita tidak Kita belum mampu mengaplikasikan perbuatan nyata
ditengah-tengah kehidupan sosialnya.
Kealpaan diri yang lain adalah tidak hadirnya rasa penyesalan, terhadap prilaku yang
menyimpang dari ketentuan Alloh dan Rosull-Nya, walaupun kadang berlonggar-longgar ria
diberikan. Kehidupan yang belum bisa menimbulkan semerbak harum wangi dari indahnya bunga
yang tumbuh dalam lakunya, belum muncul madu yang mampu menyediakan untuk sesamanya, dan
masih kurang pedulinya terhadap kepentingan yang menjamak semua prilaku dalam aspek
kehidupan yang dihadapi di lingkup lingkungannya. Bahkan kadang masih muncul apatis
terhadap permasalahan yang sedang didera saudara kita, sehingga kita pura-pura buta
menutupi wajahnya dengan jemari renggang menganga. Kealpaan bukan berarti tidak hadir dalam
suatu bentuk kegiatan, akan tetapi kealpaan bisa bermakna tidak hadirnya ataupun tidak
munculnya sebuah sikap keilmuan dalam dirinya, sehingga ia tidak sanggup menjalani sebuah
tradisi dalam menapaki jejak kakinya pada ketentuan yang sudah digariskan bahwa manusia
adalah semulya-mulyanya ciptaan-Nya. Sebab disini masih muncul kecenderungan pada sababiyah-Nya saja.
Belum sanggupnya menjadi pohon yang berbuah banyak, sementara buahnya bukan untuk pohonnya
akan tetapi justru diperuntukan di luar pohon ataupun makhluk lain, sadar akan buanya tidak
diperuntukkan pohonnya, ia tetap juga berbuah, sebab ia menyadari tidak ingin ada kealpaan
dalam dirinya, dan ia menyadari inilah ketentuan yang harus dijalaninya. Memang bukan
perkara yang mudah, akan tetapi kita teruslah mencoba, sebab kita tidak akan pernah tau
sejauh mana kemampuan kita ketika tidak teruji ataupun praktek di lapangan. Kita tidak
pernah mempunyai bukti bahwa pemahaman kita benar atau salah ketika kita tidak pernah
berbuat. Lantas apa gunanya kita memupuk ilmu sementara ilmu hanya sebagai wacana dan hanya
sekedar di festifalkannya saja. Puncak keilmuan adalah pada penga-malannya bukan pada
teorinya, sehebat apapun teori yang kalian kuasai, tanpa diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, kita semua masih belum hadir sebagai mahkluk yang bermanfaat bagi makhluk yang
lain, kita semua tetap saja masih belum hadir dalam sebuah kegiatan tatanan kehidupan, dan
artinya kita masih “ALPA” dari sebuah tradisi sebagai pejalan sunyi, dan ternyata benar kita masih apatis dan egois.

DIMENSI HENING
Dan seringkali juga bahwa orang hanya terobsesi mencari sababiyah-Nya/mahkluk-Nya saja,
dari pada kecenderungan pada Sang pencipta sababiyah mahkluk itu sendiri.

ANGKRINGAN SUFI
Bismillahirohmanirohim :   APA MIKRO DAN MAKRO KOSMOS ITU.....???
Memang bukan perkara yang mudah dalam rangka membongkar pemahaman yang selama ini telah
membelenggu pikiran dan pemahaman di tengah-tengah tatanan kehidupan kita, membongkar
tentang diri kita dan alam semesta, menguak jagad kecil dan jagad  besar, memecahkan teka-
teki mikro kosmos dan makro kosmos,  terperangah dan tercengang kita dibuatnya., sebenarnya
kenapa sich... hal demikian harus dibongkar...? sedangkan rasa apatis selalu memperangkap
pergerakan untuk jauh lebih maju,  sementara kita justru dikebiri pikiran-pikiran sempit
kita, apa lantaran kian lama penghuni bumi ini benar-benar sudah tidak mau tahu lagi
tentang mikro dan makro kosmos, sehingga berkecenderungan egois dan apatis.....??? Entahlah...... 
Kang Sarengat    : Kang.....egois dan apatis itu apa tho.... dan apa kaitannya dengan mikro serta makro kosmos, lama-lama aku semakin tidak mudeng dengan bahasa-bahasa Sampean, jane ki panganan opo Kang.......
Kang Hakekat    : Hehehe.... Kang... kang ya kalau tidak criwis...tidak pusing bukan Kang Sarengat  namanya, lha Sampean belum-belum sudah menyerah, ya itu  artinya bagian dari egois dan apatis, kalau tidak tau egois dan apatis ya.. Sampean nggolek penake dan nggugu karepe dewe... sementara tidak pernah peduli dan tidak mau tau tentang lainnya.
Kang Sarengat    : Lha aku bingung je Kang....
Kang Hakekat    : Dengerin tak kasih tau garis besarnya saja... mudeng karepmu ora
karepmu, jadi begini yang dimaksud mikro dan makro kosmos itu adalah 
segala yang ada di langit dan yang ada di bumi, itu semua ada dalam diri manusia, kenapa demikian sebab sejatinya
bahwa manusia menyimpan segala rahasia Ketuhanan, bahwa manusia
adalah jagad besar yang seringkali dimaknai sebagai dunia mini, kenapa
jagad besar sebab apa yang ada di alam luar sana ada pada diri
manusia, sedangkan apa yang ada di alam luar sana tidak ada alam yang
seperti manusia punya... oleh sebab itulah ada istilah mikro dan makro kosmos, tatanan
segala aspek kehidupan yang begitu rumit dan njlimet yang ada dalam tubuh manusia, lantas
apa kaitannya dengan egois dan apatis, sebab Sampean hanya berfikir pada wudelmu sendiri....???.
Kang Sarengat    : Hihihihi.... itu tho maksudnya.... ya kang...


0 komentar:

Posting Komentar