Sabtu, 11 April 2015

EDISI - 51 KAMIS

Edisi,51
Kamis 13 November 2014

WASPODO
“ Sayyiduna Muhammad Rosuulullah Lil Alamin”(Junjungan kita Kanjeng Rosul Muhammad S.A.W
adalah utusan Allah untuk seluruh alam)
Pengembaraan spiritual ternyata semakin sulit terjangkau dengan akal fikiran, sulit
terjangkau dengan pemikiran fisikly, (Indrawi) sebab pemahaman energi dari makna
pengembaraan bukanlah hal yang menggunakan rumus, ketika mendapatkan rumus jawaban “pasti
dan benar” akan terjawab, bukan itu...!!!. Pengembaraan jiwa lain dengan rumus fisika,
pengembaraan jiwa beda dengan rumus aritmatika.    Oleh sebab itu betapa rumitnya dalam
mengarungi lautan kehidupan dunia apalagi di luar dunia, sehingga kita butuh ketlatenan dan
ketabahan dalam segala bentuk permasalahan, yang sejatinya adalah sebuah pemahaman yang
diberikan oleh Alloh. Swt kepada manusia.  Banyak sekali lorong-lorang panjang yang harus
kita lewati, banyak permasalahan yang kita hadapi, dan banyak sekali gelombang muncul dalam
lautan kehidupan dunia yang menumbangkan kita, sehingga kita butuh kehati-hatian dan
waspada dalam mengarunginya. Mungkin anda merasa bahwa ibadah kita sudah merasa cukup untuk
bekal kelak dikemudian hari, dan mungkin juga ada yang sudah merasa apa yang kita lakukan
sudah sampai tujuan. Ketika ada seseorang memberanikan diri mengatakan demikian, aku rasa
perlu dipertanyakan nilai/kwalitas ibadahnya. Sebab jika diibaratkan burung bahwa manusia
sejatinya lahir 2 (dua) kali, kelahiran pertama adalah keluarnya telur dari burung itu
sendiri, dan kelahiran kedua adalah menetasnya telur tersebut dari eraman induknya.
Disinilah yang akan kita perjelas konteks “ WASPODO” betapa rumit dan sulitnya dalam
melakukan sebuah perjalanan hati/ ngancani nafsu, betapa banyak sekali tikungan-tikungan
syetan/ Iblis yang berusaha menjebak dalam segala hal, namun kita tidak boleh menyerah,
sebab syetan tidak pernah putus asa dalam menggoda manusia, sehingga kita sebagai manusia
juga jangan pernah putus asa dalam rangka berjalan menuju Alloh azza wajalla. Berkaitan
dengan kelahiran, katakanlah kita semua sudah terlahir, artinya bahwa telur tersebut sudah
keluar dari induknya. Akan tetapi untuk menuju kelahiran ke-2 (dua) yaitu menetasnya telur
tersebut se-hingga dapat keluar dari cang-kangnya oleh karenanya membutuh-kan
perjalanan/pertapaan yang begitu panjang. Permasalahannya apa iya telur tersebut bisa
menetas, sebab banyak juga telur-telur yang sekian lama dierami induknya tidak menetas
justru malah menjadi telur busuk (kuwukan), nah disinilah yang kita waspadai sebenarnya ada
apa...?, jangan-jangan telur tersebut tidak menyinergikan atau tidak senyawa dengan yang mengeraminya. 
Dari situ saja kita bisa belajar memahami bahwa berjalan menuju sejatinya jalan teramat
panjang prosesnya. Sirot... adalah jalan, lorong atau jembatan sehingga ketika di dunia
saja kita kurang bisa menyelaraskan antara kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani dalam
segi kehidupan bisa jadi akan jatuh dari sirot itu sendiri. Sehingga kita akan gagal untuk
menemukan mustaqiem (jalan lurus). Hidup sebenarnya juga sudah sirotol mustaqiem, jadi
orentasinya bahwa ketika kita berbicara sirotol mustaqiem, angan-angannya tertuju pemahaman
bayangan kelak disana, padahal di kehidupan dunia juga sirotol mustaqiem. Sebab di sendi
kehidupan di dunia, kita mengalami sebuah kesulitan ketika meniti/ melewatinya sehingga
ketika tidak “WASPODO” tidak hati-hati disitulah kita bisa terjatuh terhempas karang terjal.
Sirot adalah lorong/jalan, Mustaqiem adalah seimbang, untuk mencapai keseimbangan yang
sempurna diperlukan yang namanya istiqomah. Istiqomah (tegak lurus) agar bisa mewujudkan
istiqomah ya kita harus IHDINA yaitu minta pertolongan Alloh Swt. Tidak condong itulah
tegak lurus,tidak berubah itulah seimbang, tegak lurus jalan kebenaran, seimbang adalah
hukum alam. Dari uraian sederhana di atas, bahwa semua ruang, bahwa disetiap waktu
syetan/iblis selalu mengintip segala gerak-gerik kita semua, sebab hanya dengan totalitas
mardhotillah saja kita pasrahkan sehingga kita bisa mendapat ridlo-Nya. Kewaspadaan adalah
bentuk keseimbangan, adalah bentuk keselarasan, adalah bentuk kearifan  dan bentuk
peringatan sebab dalam setiap langkahnya, setiap tarikan nafasnya dan apapun segala
perbuatan kita ada yang mengawasinya.  Jangan di kira ketika sudah alim tidak ada godaanya,
jangan dikira ketika sudah arif tidak ada imbangannya dan jangan dikira ketika sudah wakif
tidak mendapatkan per-masalahan dalam proses lakunya.    
Disinilah membuktikan bahwa di alam atau stasiun mulkun masih ada syetonul alim, di alam
malakut ada syetonul arif dan di alam jabarut masih saja ada syetonul wakif. Walaupun
secara derajad tidak mengurangi kadar derajat orang-orang yang sudah mencapai maqom
(setasiun) tersebut, akan tetapi mempengaruhi kedekatan dengan Alloh itu sendiri. Itulah
bahwa di dalam setiap apa yang kita kerjakan akan mendapatkan sebuah imbangan sebagai
bentuk keselarasan internal dan eksternal, sehingga kita diharapkan mampu memanifestasikan
ilmunya dalam sendi kehidupan sosialnya. Dan pituduh tutur Guru Waskito “ Bejo-bejoning
manungso yo wong kang eling lan wapodo”.

DIMENSI HENING
Sesungguhnya setiap musibah itu dapat dipikul, dan tidak akan berlipat ganda, dan jika
musibah berlipat ganda, maka ia menjadi sesuatu yang tidak dapat dipikul (Ibnu Rumi).
**Sesungguhnya musibah itu tergantung pada perkataan.

ANGKRINGAN SUFI
Bismillahirohmanirohim :    SULIT MENETAS
Membuktikan bahwa pengjawantahan kehidupan akhirat punya keselarasan dengan kehidupan
dunia, pengertian semacam ini jangan lantas ditelan mentah tanpa dikunyah, akan tetapi
kodrati manusia yang terlalu ceriwis, teoritis mengumbar janji, hingga mentari tak terbit
lagipun masih saja basa-basi mengepalkan tangan seakan orang pejuang yang paling
pejuang,.... penghianat...TERLALU GENGSI..
Kang Sarengat    : Weleh...weleh Kang itu yang didendangkan syair apalagi tho, kok ada
kata-kata ceriwis teoritis segala..penghianat segala lagi galau ya...
Kang Hakekat    : Oealah... Sampean tidak tau aja... biasa bolo-bolo kurowo kadang ya  
njengkeli Kang, Lha gimana tidak njengkeli disuruh selaras biar menetas
yo tidak mau,  terus gimana maunya.... aneh...
Kang Sarengat    : Sik..sik Kang Kok ada menetas segala wah... Sampean udah mulai aneh-
aneh, padake’ endok (telur) saja menetas Kang.
Kang Hakekat    : Lho yo emang telur tho, memangnya Sampean kalau bukan telur terus
apa coba... (Endok ceplok)...???
Kang Sarengat    : Wah...aku ora mudeng Kang apa maksudnya, dari tadi kok telar-telur
terus, jane karepe ki gimana tho Kang...
Kang Hakekat    : Gini lho Kang maksudnya, katanya ngaji sudah bertahun-tahun kok yo
masih ora mudengan, dengerin...jadi begini ibarat burung kita terlahir 
dua kali, kelahiran pertama keluar telur dari induknya, kelahiran kedua
yaitu menetasnya telur dari eraman induknya. Permasalahannya bisakah
menetas telur tersebut dari eraman induknya, sebab banyak juga telur-
telur yang tidak menetas, justru jadi telur wurung (kuwukan) alias busuk,
nah yang demikian khan perlu di renungi, ada apa sebenarnya dengan
telur-telur tersebut, jangan-jangan tidak sinergi dan senyawa dengan
induknya, jangan-jangan kita sebagai murid tidak satu frekwensi dengan
perintah Gurunya...jadi ya jangan menyesal ketika kalian-kalian sudah
digulowentah kok tidak menetas, tidak punya sayap untuk terbang,
jangan maido kalau sudah diperintah kok tetap saja mbangkang, katanya
ngaji perintah, suruh kerja bhakti saja mokong, lha mau netes bagaimana
Sampean Kang...masa menjadi goblok permanen... 
Kang Sarengat    : Oalah gitu tho... (sambil menghela nafas panjang)..!!!.. Huhfff...

 

0 komentar:

Posting Komentar