Sabtu, 04 April 2015

EDISI - 13 BURDAH

Edisi 13 Burdah
Kamis 16 April 2014

“APAKAH YANG SEBAGIAN ITU..?”    
 Allohumma sholli wa sallim asyrofash-sholati wat-taslim
 Ala Sayyidina wa Nabiyyina Muhammadinir-ra’ufirrahim
Fa inna ammaarati bis su’i mat ta'adhat Min jahliha bi nadhirisy syaibi wal haromi
 (Dan sungguh diriku (hawa nafsuku) marah pada  semua nasehat yang ada Tidak mau merimanya
karena berdasar pada bodoh dan ketidak belajarannya Akan Adanya peringatan berupa
memutihnya rambut di kepala Dan ketidak berdayaan tubuh akibat  usia yang menua)
Lahir kedunia, balita, remaja kemudian menua, menjalani  dan mendapati  diri mengenggam
amanah dari Alloh Azza wajalla, amanah untuk menjadi manusia, untuk beribadah dan menjadi
Khalifah dimuka bumi. Kemudian memulai perjalanannya dengan segala apa yang Alloh
fasilitaskan kepada kita untuk belajar dan pada akhirnya kembali kepada Alloh dalam kondisi
yang baik, benar dan indah, ini berlaku kepada siapa saja, semua manusia yang telah
menyadari bahwa dia manusia, sebab ketika menyadari bahwa menjadi manusia, dia dituntut
untuk berbuat baik, saling mengingatkan dalam perkara haq (benar, baik, indah) dalam
kesabaran dan dalam soal mencintai sesama sesuai perannya sebagai seorang khalifah, dan
sekaligus untuk menabung cinta kepada Alloh dan Rosululloh serta tabungan amal-amal baik,
benar dan indah (sholeh) yang akan menemaninya pulang kembali kepada Alloh dalam kondisi
yang sebaik-baiknya, dalam kondisi yang diridhloi oleh Alloh dan Rosululloh, serta
melaksanakan dan mengaplikasikan perintah Alloh yang disampaikan melalui Rosululloh Saw.
Namun banyak diantara kita yang dalam takaran usia, dia menua namun tidak menjadi dewasa
atau menjadi maklum akan kondisinya, tidak semakin mampu mengkhalifahi keadaan dirinya
ataupun kehidupan disekitarnya malahan semakin membara api amarah  yang menguasai
kecerdasan berfikirnya. Semakin marah pada semua nasehat-nasehat yang justru kebanyakan 
datang dari dirinya sendiri, apakah ini aneh..? bagi kita tidak juga, sebab kita juga
bagian pelakunya, namun bagi mereka orang-orang suci yang hatinya jernih dan telah
terbangun dari nina bobo keindahan dunia, hal ini menjadi sangat aneh dan mengherankan.
Alam semesta berubah, menua, kitapun ikut menua, namun yang menua hanyalah kulit, rambut,
tulang dan usia kita, bukanlah cara pandang kita, kesadaran jiwani dan cakrawala hati kita
yang kian bisa menua. Kian bisa memaklumi dan bisa meridloi, kecerdasan akal kita masih
dikalahkan dan dalam kendali amarah dan rasa benci, hati kita belum terbangun untuk mencari
kejernihan, kita masih mendasarkan segala sesuatu pada penilaian sepihak kita yang hanya
melihat sesuatu dari satu sudut pandang semata, dan tidak mau melihatnya dengan utuh dan
teliti, berdasar pada kebodohan dan ketidakmauan kita untuk belajar dan terus mengolah hati
dan cara berfikir kita soal mengkhalifahi sesuatu, terus kita kutuk kebodohan orang lain
seakan kita adalah yang paling benar diantara mereka. Kita kutuk kegelapan sementara kita
enggan memulai sesuatu yang bisa jadi jalan keluar atau memulai menyalakan secercah cahaya
terutama bagi hati kita sendiri, berjuta kali kita ucapkan istighfar, sholawat dan dan
ratusan ribu dzikir, namun bukan dosa-dosa yang luruh, bukan kesadaran yang tumbuh, bukan
kejernihan yang menguak dan merekah sinarnya, namun malah  tumbuh pohon riya’ yang begitu
tinggi dan penuh duri, sebab istighfar, sholawat dan dzikir kita hanyalah di mulut kita
belaka, bukan dengan hati dan segenap jiwa raga dan kesadaran jiwa dan hati untuk benar-
benar memohon ampunan.
Masih mencari pertanda apa lagi..? jika memutihnya rambut dan mulai melemahnya panca indera
masih kita ingkari, apakah tetap akan kita ingkari juga kebodohan-kebodohan yang menuntun
kita pada megahnya api amarah dan rasa tidak ridlo..? atau masih menunggu apa lagi..?
menunggu lebih tua lagi dan akhirnya terlambat menyadari..? bagaimana kita harapakan
kejernihan jika kita tidak mau mencarinya, menganggap cukup ilmu kita, kemudian memutuskan
untuk tidak perlu belajar lagi, benar yakinkah bahwa cermin hati kita itu jernih..? jika
benar hati kita jernih, lalu kenapa marah ketika dinasehati..? mencak-mencak ketika
dikritik dan ditunjukan jalan menuju keindahan..? jangan harapkan kejernihan, kebersihan
dan cahaya jika cermin hati kita masih kotor dan berdebu, jika cermin hatimu masih kotor
dan penuh debu, jangan kau harapkan bisa memantulkan kasih sayang apalagi mendengar bisikan
kemesaraan dari Alloh dan Rosululloh. Orang-orang hebat (orang-orang suci, para Aulia,
sufiyah, mursyid) selalu mempersiapakan kebersihan dan kejernihan hatinya, terus menerus
membersihkan hati mereka bagi datangnya pancaran cahaya Rohman-Rohimnya Alloh. Nah kita..?
tau apa kita soal kebersihan, soal kejernihan..? yang kita pahami sejak kecil adalah ”Anna
dhofatu minnal iman” kebersihan, kejernihan itu sebagian dari iman, namun pernahkah anda
tanyakan lalu sebagian yang lainya apa itu..? bukankah iman itu utuh..? bukankah juga
sesuatu yang utuh itu terdiri dari sebuah bagian- bagian, begitukah dengan iman..? benar
taukah kita makna Hadits tersebut..? tentulah Rosululloh yang hatinya sangat lembut itu
mensabdakan hadits tersebut tidaklah hanya putus disitu pemaknaanya, tentulah ada
penafsiran selanjutnya, dan setiap kita boleh saja menafsirkannya, terserah apapun itu
hasilnya.  Jangan hanya jago merasa, ahli soal ini itu, jika yang sederhana soal
kejernihan, kebersihan saja kita ini masih taraf taman kanak-kanak atau bahkan balita.
Jangan salahkan oranglain, tanya kembali hati kita sesuai pelajaran dasar yang diajarkan
oleh Mursyid kita (Takono atimu), masihkah kecerdasan hati dan akalmu dikuasai oleh amarah,
oleh gelapnya kebodohan dan keengganan belajarmu ataukah oleh pekatnya taring setan yang
menikam hatimu dan itu memimpin seluruh hidupmu, tanya hatimu, lebih kenalilah dirimu
sendiri agar terbuka pintu-pintu cakrawala kejernihan dan terbitnya matahari pengetahuan,
dan yang pertama kali perlu kita khalifahi bukanlah apa atau siapa, akan tetapi diri kita,
bukan yang diluar diri kita, akan tetapi didalam diri kita, hati kita dan kecerdasan
jernihnya akal kita.  Dan yang layak kita syukuri terus menerus itu bukan hanya yang
terlihat saja, akan tetapi juga yang tidak terlihat oleh mata wadag kita, seperti proses
terjadinya Rahmat Alloh dan Syafa’at Rosululloh yang mengepung dan meyelimuti kehidupan
tiap jam, menit dan detik setiap harinya. Alloh ya Hafied, Allohul Kaafi, ketentraman bersama kalian.

DIMENSI HENING
Yang perlu kita persiapkan adalah kejernihan hati kita untuk menemukan cahaya, untuk
mengerti dan memahami irodahnya Alloh, dan cahaya kasih sayang Rosululloh, yang perlu terus
kita tumbuh kembangkan adalah kecerdasan akal dan hati untuk belajar mengkhalifahi apapun
yang datang dan pergi dan mengembalikanya kepada Alloh, yang perlu kita didik utuk belajar
bersyukur dan berterimakasih nomersatu adalah hati kita sendiri.

ANGKRINGAN SUFI
 Bismilahirohmanirohim
Bersyukur itu pintu menuju kebaikan.
Kang  Hakekat    : Sudahkah engkau bersyukur hari ini, jam ini, menit dan detik ini saudaraku..?
Kang Sarengat    : Alhamdulillah wasyukrulillah sudah Kang.
Kang Hakekat    : Lalu apa yang kau syukuri itu..?
Kang Sarengat    : Tentu saja nikmat-nikmat yang telah Alloh anugerahkan.
Kang Hakekat    : Engkau hanya mensyukuri hal-hal yang kau lihat, kau terima semata..?
sementara yang tidak terlihat  tidakkah kau syukuri..?
Kang Sarengat    : Tunggu dulu Kang, maksudnya bagaimana mensyukuri hal yang tidak terlihat,
aku kog agak tidak   paham....
Kang Hakekat    : Hehe, agak tidak paham ataukah memang belum tau dan mengerti..?
Kang Sarengat    : Hahaha, begitulah kang, belum paham dan belum mengerti..
Kang Hakekat    : Begini saudaraku, mensyukuri yang tidak terlihat ialah Berterimakasih
atas Rahmatnya yang terus
Alloh taburkan tanpa kita menyadarinya seperti nafas kita, kemauan kita untuk terus
belajar, untuk  menyadari bahwa kita ini sebagai hamba yang dhoif (lemah), sehat kita, sakit kita, darah yang 
mengalir dengan lancar dalam sel-sel kita dan bayak hal yang tak terlihat lainya.
Kang Sarengat    : Kalau sehat disyukuri masuk akal kang, la sakit kok disyukuri, bagaimana ini..?
Kang Hakekat    : Coba katakan dulu apa itu sehat..?
Kang Sarengat    : Sehat kok.. tidak tau, sehat yang tubuhnya kuat, badanya tegap, makan
minum enak begitu to  kang, sehat kok apa….
Kang Hakekat    : Itu sih hanya pertanda dari sehat dan kadang pertanda itu bisa menipu,
banyak kok orang yang
badanya sehat namun jiwanya sakit, hatinya kerdil dan kurang  gizi.
Kang Sarengat    : Lalu apa hubungannya dengan mensyukuri sakit..?
Kang Hakekakt    : Jelas erat hubungannya, dengan sakit engkau jadi mau mengenal dan
menemukan dirimu lebih utuh,
mau menghargai indahnya kesehatan dan berbagai nikmat kesempatan untuk menemui macam hal,
sakit menjadi layak disyukuri karena sakit adalah metode dari Alloh untuk mengajari kita
bahwa   kita ini punya batasan dan kemauan untuk kembali kepada Alloh, sebab dengan sakit
itu menimbulkan 
kecenderungan dihati manusia untuk mengingat Alloh lebih dalam dan sehat dibanding ketika dia
sehat. Dan ingat saudaraku dengan bersyukur kita membuka pintu kebaikan, sebab Alloh berjanji
barangsiapa yang bersyukur maka akan kutambahi, bukankah itu sebuah kebaikan yang indah..?



0 komentar:

Posting Komentar