Sabtu, 04 April 2015

EDISI - 25 KAMIS

Edisi, 25
Kamis 19 September 2013
   
SHOLAWAT  ITU  LA ROIBA FIHA.
Ya imaamar-rusli ya sanady, anta baabullohi mu’tamadi wa bidunyaya wa akhiroty ya Rasulallahi khudz biyady(Wahai penghulu para Rasul, engkau pintunya Allohdan sandaran hidupku dengan dunia akhiratku,Wahai Rosull,ambil aku  ditanganmu).
Kenapa “SHOLAWAT” yang bukan merupakan ibadah mahdhoh menjadi sedemikian penting dalam
proses kita menjalani hidup dan kehidupan di dunia ? Kenapa pula “SHOLAWAT” menjadi salah
satu unsur kuat diantara ibadah-ibadah mahdhoh yang telah di wajibkan oleh Alloh Azza wa
jalla,  bahkan ”SHOLAWAT” juga menjadi syarat sahnya ibadah sholat kita. Kita bisa mencari
jawabannya melalui lingkar-lingkar ruang hukum syar’i atau ribuan hadist-hadist  Rosull,
melalui ijma’ qiyas para ulama terkemuka maupun dari khazanah kebijaksanaan para mursyid
dan kerendahan hati para kaum Sufi. Tapi mari kita mulai dari diri kita sendiri, dari
pertanyaan  yang tampaknya sepele dan cenderung kita abaikan ”Sudahkah kita ini layak
menyebut diri kita ini sebagai umat Muhammad jika hanya untuk membaca Sholawat saja kita
menganggapnya tidak penting, jika untuk bersholawat saja kita seolah tidak  punya waktu ?
sudahkah kita menjalani kehidupan ini sesuai dengan yang telah Alloh konsepkan sejak awal
mula penciptaan manusia yakni ”tidak Alloh ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-NYA”,  ataukah kita cuma menjalani kehidupan itu sesuai yang kita maui, asal kita
selamat, asal kita mulia, asal  kita untung, orang lain mau celaka, rugi atau bersedih kita
tidak perduli.  kita begitu sibuk memelihara rasa iri, dengki, cemburu dan sibuk menilai
orang lain. Bukankah sesama muslim itu bersaudara, bukankah manusia sama di hadapan Alloh
dan Rosull-Nya tidak perduli seberapa tinggi derajat  dan pangkat keruhaniannya, entah
dalam lingkungan masyarakat sosial di sekitarnya ataupun di tengah kumpulan jama’ah yang
sedang proses belajar menghimpun sesuatu yang bisa di andalkan untuk mencintai Alloh dan
Rosull-Nya, dan yang membedakan cuma tingkat KETAQWAANNYA, Kita seolah lupa bahwa “ Alloh
berfirman sangat indah di surah al-Ahzab ayat 56, Bahwa yang pertamakali memerintahkan kita
untuk Bersholawat itu Alloh sendiri “ , dan Alloh tidak hanya memerintahkan tetapi
sekaligus memberi contoh langsung tentang bersholawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad, dan
para Malaikat-malaikat-Nya untuk bersholawat.  Sesudah itu barulah Baginda Rosull Muhammad
menambahkan perintah untuk bersholawat. Mungkin bagi sebagian kita yang  memegang prinsip
untung dan tidak untung akan timbul pertanyaan
“buat apa kita BerSHOLAWAT kepada Rasul Muhammad, toh Beliau sudah begitu terliputi atau
terlindungi oleh kasih sayang Rahman Rahim-Nya Alloh, jadi apa untungnya bagi kita ?
jawabannya sederhana, soal kami belajar tentang cinta dan mencintai, ini soal ungkapan
terimakasih kita kepada Beliau S.A.W, karena Rosull Muhammad telah mengenalkan kita kepada
Alloh, telah mengenalkan kita kepada Islam, telah begitu memperhatikan nasib kita bahkan
sebelum Alloh mengijinkan kita untuk melihat dunia, telah begitu bertanggung jawab terhadap
nasib kita tidak hanya di dunia akan tetapi juga di akhirat kelak.  Bersholawat kita
mendapat dua hal pertama kita sesungguhnya telah berdzikir juga, sebab di tiap kalimah
Sholawat selalu memuat lafadz dzikir yakni “ALLOHUMA atau SHOLALLOHU” sebab bukankah ketika
kita menyebut Asma Alloh, mengingat Alloh itu sudah termasuk dzikir ? dan bukankah barang
siapa yang mengingat Alloh dan Rasul-Nya dalam kondisi apapun di setiap irama kehidupanya
maka Alloh akan melimpahan keindahan, ampunan dan Kasih sayang Rahman Rahim-Nya (masihkah
kita, sekalian semua meragukannya) “Faman kanat hitjratuhu ilallah warosuulihi fahijratuhu
ilallah warosulihi ,waman kanat hijrotuhu iladdunya fahijrotuhu ila maa
lahajaro ilaihi.” (kalau kita hijrahnya ke Alloh dan Rosull, maka kita akan dapat Alloh dan
Rosull serta dunia tapi kalau kita hijrah kepada dunia maka belum tentu dapat dunia dan
pasti tidak dapat Alloh dan Rosull-Nya). Kenapa demikian karena “Dunia itu milik Alloh dan
Rasull, jadi kita tidak akan memperoleh apapun  jika kita berhijrah hanya untuk dunia dan
isinya. Dengan Bersholawat, kita juga belajar untuk “Menghijrahkan” apapun yang berasal
dari Alloh kembali kepada-Nya melalui Rosull Muhammad S.A.W. Untuk lebih jelasnya soal
konsep Hijrah lihat lagi di buletin edisi 23). kedua Sholawat itu sendiri pemenuhan atas
janji-janji Alloh dan Rosull-Nya. Siapapun yang memperbanyak bersholawat, dan pemenuhan
janji-janji itu (syafa’at, sepuluh kebaikan, ampunan dan kasih sayang Rahman Rahim-Nya
ALLOH). Jadi syafa’at tidak harus kita tunggu di hari kiamat ataupun di akhirat akan tetapi
saat inipun pemenuhan janji Alloh dan Rosull menyapa kita, berlangsung tiap hari di
kehidupan kita, lalu bagaimana bisa seperti itu ? sebab  semua itu tidak  terlepas dari
syafa’at Kanjeng Nabi Muhammad. Dan bersholawat itu tidak hanya berhenti pada “membaca
Sholawat” semata tanpa berbuat nyata di kehidupan sosial lingkungan kita, Apalagi dengan
gagah berani meninggalkan ibadah-ibadah mahdhoh yang telah Alloh wajibkan terhadap kita
seperti Sholat, puasa, zakat dan Khaji, dengan bersholawat sesungguhnya kita sedang
”Berthoriqoh” sedang membangun jalan, mengumpulkan unsur-unsur yang bisa di andalkan untuk
mencintai Rosululloh. Dan “Thoriqoh’’ itu tidak harus duduk diam seolah takdzim menunggu
perintah dari Mursyid, akan tetapi bisa berbentuk sodaqoh, sebuah senyuman, kasih sayang
dan tidak menilai orang lain selalu salah dan berdosa. Tapi penerjemahan dan juga
mempraktekan inti sari dari Sholawat itu sendiri. Alloh berfirman begitu indah di surah
at-Taubah ayat 128, bahwa telah datang kepada kita seorang Rosull/utusan diantara kita,
yang sangat tidak tega melihat penderitaan kita, sangat perhatian terhadap nasib kita dan
penuh kasih sayang terhadap kita. Jadi bersholawat itu juga menerapkan sifat-sifat Rosull
terhadap kehidupan kita yakni kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama tanpa memandang
tinggi rendah derajad sosial seseorang dan derajat ruhaninya. Maka dari itu ”Sholawat itu
LA ROIBAFIHA, sholawat itu tidak ada keraguan padanya, Bersholawat itu upaya kita untuk
”nyicil”  terimakasih kita dan agar kita dijinkan  untuk “gondelan klambine Kanjeng Nabi”
entah itu saat ini dalam menjalani kehidupan ataukah  nanti begitu tiba masanya kita
mempertanggungjawabkan semua dihadapan Alloh Azza waa jalla. 

DEMENSI HENING
Ada orang yang banyak bicara, banyak bercerita tentang macam-macam hal tapi ketika datang 
sebuah permasalahan tidaklah memberi jalan keluar dan bahkan menimbulkan permasalahan. Ada
orang yang cenderung sedikit bicara dan bahkan diam tapi memberi jalan keluar dan
menyelesaikan sebuah permasalahan, dan pilihanya terletak pada apa yang kita mau pilih.
* Sholawat itu thoriqoh atau jalan bagi kita untuk mengumpulkan kepingan-kepingan sesuatu
yang bisa kita andalkan untuk mencintai Rosululloh.

ANGKRINGAN SUFI
Pagi itu Kang Sarengat sebelum berangkat kerja terlebih dulu menikmati secangkir kopi dan
sebatang rokok sambil mendengarkan kicauan burung yang di piaranya, akan tetapi betapa
kagetnya Kang sarengat pagi itu, burung itu tidak berkicau tapi malah bicara layaknya manusia.
Burung    : Hai Kang Sarengat, aku akan memberikan 3 pelajaran kepadamu, pelajaran   Pertama
ketika aku masih di sangkar, pelajaran kedua ketika aku di dahan   pohon dan pelajaran
ketiga ketika aku terbang di angkasa. Pelajaran pertama   jangan pernah menyesali segala
sesuatu yang telah lepas darimu karena   sesungguhnya semuanya hanya titipan/amanah belaka.
Kang Sarengat    : Terus pelajaran kedua apa ...?
Burung        : Lepaskan dulu aku baru akan aku berikan pelajaran yang kedua.
Kang Sarengat    : Oke aku lepaskan (sambil mengeluarkan burungnya dari sangkarnya)          kemudian burungpun hinggap di dahan.
Burung    : Kemudian burung memberikan pelajaran yang kedua yaitu janganlah engkau  
menyakini bahwa sesuatu ada, padahal hakekatnya tidak ada. Kemudian   burung terbang ke
angksa sambil berkata andai engkau menyembelihku   engkau akan menemukan dua intan di paruhku yang masing-masing beratnya   99.99 gram.
Kang Sarengat    : (Terkejut mendengar perkataan burung tersebut Ia sangat sedih dan 
menyesal, tapi tidak mungkin menangkapnya lagi karena burung itu telah   tinggi di
angkasa). Tapi Ia masih bisa berkata “ Wahai Burung, apakah   pelajaran ketiga yang telah engkau janjikan? 
Burung    : Wahai Kang Sarengat baru saja engkau memperoleh pelajaran, dan saat ini engkautelah melupakannya, mengapa pula engkau bersedih telah melepaskanku dan bagaimana mungkin
engkau begitu saja mempercayai ada dua butir intan di paruhku sementara berat tubuhku tidak
sampai 99.99 gram, bagaimana bisa ada dua butir intan masing-masing beratnya 99.99 gram.
kemudian Sang Burung berkata lagi  itulah gambaran kehidupan dunia, suka tidak suka,
sengaja atau tidak pada akhirnya engkau harus melepaskannya juga, begitu juga dengan segala
janji keindahan dan kenikmatan, pada hakekatnya  hanya tipuan semata. Karena itu
berupayalah yang sungguh-sungguh untuk meraih sesuatu yang engkau tidak akan pernah
terlepas darinya. Dan sesuatu yang kenikmatannya akan selalu engkau rasakan tanpa akhir.
Kang Sarengat      : Ia termangu-mangu dan lemas karena ternyata Ia merasa seekor burung jauh
lebih cerdas ketimbang dirinya........ ?

0 komentar:

Posting Komentar